Friday, May 19, 2023

Recruitment

Mungkin HRD (yang merpresentasikan suatu perusahaan atau gerbang pertama) ingin mengetahui sedetail-detailnya tentang calon pegawainya. Dan informasi tersebut di dapat based on data. Bukan kemampuan cenayang atau cek-cek energy. Jadi beruntunglah orang-orang yang bisa bermain peran dan menampilkan image sesuai yang diinginkan. 

Ada beberapa hal yang gw amati gak efisien:
1. Meminta CV dan portofolio, lalu menyuruh isi form dimana semua jawaban pertanyaannya sudah ada di CV. Whats the point? Kalau untuk berkas, agar rapi sesuai aturan perusahaan, ya buat apa minta CV di awal? Seperti kerja dua kali, tidak efisien, dan monoton mengulang mengisi jawaban yang sama.

2. Too personal. 
Baru di tahap awal sudah ditanya hal-hal yang untuk sebagian orang privasi, seperti slip gaji. Tidak semua orang pindah kerja karena gaji dan perusahaan terakhir mencerminkan gaji terbesar di saat itu. Bisa jadi ada momen org kerja karena mendesak sampai rela dibayar 1/2 dari gaji sebelumnya. Dan apakah itu mencerminkan standard untuk gaji selanjutnya? Mungkin ada juga yang risih kalau ditanya keluarga apalagi buat pasangan yang cerai tidak baik, males banget jadi ke recall gak sengaja. Atau jadi bawa-bawa ortu, adik kakak untuk di kepoin perusahaan. Padahal kita manusia dewasa yang bertanggung jawab atas diri sendiri, untuk apa info keluarga diberikan secara detail?

3. Komunikasi. 
Ada yang sopan, ada yang seenaknya merasa "yg lamar yg butuh", ada yang boundariesnya bagus, ada yang baru calon udah seenaknya di kontak wa malam-malam di hari libur tanpa greetings. Mungkin banyak HRD bocah yang baru lulus, pengalaman less 10 years, gak ngerti sama dunai dan jobdesk calon (krn buka divisi baru misal), atau memang kepribadian masing-masing HRD nya yang begitu. Komunikasi ini termasuk menjelaskan secara terbuka tentang timeline jadi fair bagi dua belah pihak. 

4. Dan closure saat tidak lanjut dengan calon pegawai. Btw, ttg closure, untuk orang yang ok-ok aja sih ya santai di gantungin atau ghosting. Gmn kalau org nya lg struggle, krisis percaya diri, dll, ya bisa mempengaruhi self worth dan self esteem nya. Memang ini bukan urusan mereka, in my opinion, ya hal tersebut masuk ke dalam profesionalitas jg bentuk saling menghargai.

5. Kalau tes-tes sih ya biasa aja dan wajar. Karena hasilnya paling objektif daripada penilaian-penilaian lainnya yang mungkin bisa bias. Misal calon pegawai asertif menyampaikan tidak suka dikontak malam di hari libur untuk hal tidak urgent (tahap selanjutnya masih 2 minggu lg misal), HRD nya tersingung, terus jadi mempengaruhi proses rekruitment. 

6. Platform.
Selama masih calon, mungkin email pilihan terbaik. Ada rekam jejak, lebih profesional, dan terpisah dari hal-hal personal (seperti wa, kecuali orang punya 2 wa yang memisahkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi dan bisnis lainnya). Menariknya, yang aku amati, orang komunikasi di wa lebih seenaknya (gak liat waktu, hari, kurang persiapan) alias ya seiingetnya aja. Kalau email, orang otomatis tau ini formal, sehingga spontan ada greeting pembukaan, isi, dan penutup. Rapih. 

Pernah tidak review sistem rekruitment? Apakah efektif dan efisien?
Jangan sampe malah jadi kehilangan calon pegawai super potensial.

No comments:

Post a Comment