Siang sendu ke kota tempat dahulu tinggal, tiba-tiba air mata bercucuran sedih tak tertahan. Semua memori akan segala hal di kota itu muncul membludak. Tentang masa-masa sekolah, tentang tempat sang tuan dan nyonya mencari nafkah menghidupi keluarganya, tentang rumah yang dibangun belasan tahun dari peluh lelah sang tuan rumah, tentang segala duka dan bahagia, tentang renovasi berkali-kali, tentang segala kesulitan dan pencapaian penuh kerja keras yang hadir, tentang semua yang terjadi di dalam dan sekitarnya.
Ada hasrat ingin ke tempat itu, sekedar berkunjung, menyentuh, dan menginap semalam. Namun siapa aku? Aku sudah bukan pemilik tempat itu lagi, Ia telah menjadi milik orang lain sudah setahun lebih. Rasa rindu yang mendalam serta kesedihan tak tertahan mengerakanku datang ke tempat itu, apalagi Ia terlepas saat aku sedang tidak ada di kota itu dan belum sempat berpamitan.
Sampailah di sebuah jalan yang tak asing, air mata semakin membanjiri wajah dengan rasa sesak di dada yang berangsur reda seiring lepasnya isak tangis bersuara berat. Lalu terlihat sebuah tempat dengan rasa rindu luar biasa, serasa memanggilku untuk masuk berkunjung bercengkrama dan menyentuhnya.
Sang penghuni baru sedang di luar pagar. Aku parkirkan si hitam di depan, lalu meminta izin untuk melihat kedalam sebentar. Ternyata di diizinkan, bahkan sang penghuni memberiku "space" dengan Ia diam di teras luar. Aku masuk ke dalam dengan air mata kembali menetes, memasuki ruang demi ruang, ada rasa terimakasih yang muncul. Ku ungkapkan di setiap sudut sambil sesekali menyentuh dinding dan yang bisa kusentuh. Lalu aku tak kuat dan meminta izin masuk ke toilet, ya menangis dengan lepas tanpa suara. "Terimakasih telat jadi tempat singgal selama 20 tahun lebih, telah memberikan kenyamanan, keamanan, berbagi energy, dan menerima segalanya tanpa penghakiman. Terimakasih telah menemani kami sekeluarga dalam bertumbuh, bekerja, sekolah, dan di masa-masa sulit. Terimakasih. Tolong jaga diri baik-baik ya. Terimakasih".
Aku pun segera menyapu air mata dengan kemeja yang dipakai dan kembali ke teras rumah, berterimakasih telah mengizinkan masuk. Mungkin sang penghuni baru tau bahwa aku rindu dan ia mau membantu melepaskan rinduku dengan mengizinkanku memasuki rumahnya. Tiba-tiba ada tetangga keluar rumah dan menyapa ku dan bertanya tentang keadaan anggota keluarga lainnya, rasa haru semakin menyelimuti tak kuat untuk tidak menangis, lalu aku izin oamit dan segera pulang.
Terimakasih telah menemani selama 24 tahun. Meski aku tinggal pergi merantau belasan tahun, namun aku selalu pulang kesana. Terimakasih telah menjadi space dan sabar dengan segala kesedihan, ketakutan, dan harapan tak terungkap yang mungkin dirasakan.
Terimakasih atas keikhlasan untuk menciptakan kehidupan yang berbeda.
Entah apa yang akan terjadi di depan. Terimakasih.
No comments:
Post a Comment