Bagaimana jika seseorang hanya sibuk menjelaskan maksudnya, tujuannya, pemikirannya, sudut pandanganya terus-terusan dikala ada orang lain yang sedang asertif dan mengkomunikasikan perasaan dan dampak atas sikapnya terhadap dirinya. Its sound like defensive? immature? insecure? or inability to listen other people?
Contoh:
"Aku merasa gak dianggap keluarga, saat semua orang dikasih tau perubahan jadwal lamaran kecuali diriku". --> emosi yg dirasakan: sedih, kecewa, berasa tidak dihargai, dianggap.
Di respon:
"ya kan kita sibuk", "ya kan kita takut ganggu", "ya kan yaudahlah cuma lamaran doang", "ya kan blabla".
Alih-alih orang mau dan memahami inttention org bersikap seperti itu, malah semakin merasa tidak dipahami, kesedihannya di invalidasi, di abaikan, dan ya menyakitkan".
Logika sederhana, kalau ada orang sedih atas sikap diri yang memang begitu, yang dibutuhkan adalah comforting. Kasus diatas bisa direspon "maaf tidak memberitahu mu, karena kita punya asumsi takut menganggumu dan kita sibuk persiapan hingga lupa. mamah/papah/adik tidak sadar kalau acar tersebut berarti untukmu. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi karena memang itu tidak mengenakan. sorry. Apa ada lagi yang ingin kamu sampaikan".
-----------
Bayangkan jika keluarga mu berasumsi kamu ini itu, takut ganggu, takut blabla, dikala kamu biasa aja, terbuka, dan selalu mengkomunikasikan apapun. Tiba-tiba ayahmu sakit keras masuk RS, semua orang dikabari kecuali dirimu karena takut kamu kepikiran. Lalu sanak sodara heran melihatmu sibuk dengan pekerjaan dan keluar kota sana sini, dianggap tidak peduli keluarga hingga muncul gosip dan omongan "ortu sakit kok malah liburan", "ortu sakit kok gak peduli", "kerjaannya lebih pewnting dr nyawa ortu", "anak gak tau diri", dikala anaknya gak tau apa-apa. Gimana perasaannya? Ya gak enak. Pas pulang, ternyata ayahnya udah meninggal. Dan saat teriak marah kecewa sedih dengan kelakuan ibunya yang sellau umpetin semua yang demi hal-hal yang dianggap baik, ibumu defensif dan seolah-olah dirinya korban. Ya semakin buruk lah dirimu dilihat orang lain, dan hal kaya gitu lama-lama bisa mempengaruhi kesehata jiwa dan ragamu kelak.
Komunikasi itu bukan balas-balasan omongan apalagi hanya sebatas logika, tapi kemampuan untuk deep listening dan merespon ddengan tepat sesuai konteksnya. Jadi nyambung. Bahkan ada respon yang hanya cukup diam mendengarkan, ada respon yang hanya butuh pelukan, ada respon yang hanya butuh tatapan kontak mata, ada respon yang hanya butuh di iyakan. Karena komunikasi itu sebuah seni mendengarkan, memahami, merespon, bukan debat tentang siapa salah siapa benar dan logika-logika dari kata-kata.
No comments:
Post a Comment