Sunday, May 16, 2021

16/5/21

disclaimer: opini pribadi.

Agama tidak memaksa, tidak jahat, tidak membuat hidup lebih susah dan menderita.

Kadang orang menolak agama atau mengimani sesuatu, bukan karena agamanya itu sendiri, melainkan cara penyampaian dan orang yang menyampaikannya. Mungkin disini  pentingnya adab.

Adab bukan tentang penyampaian sopan santun menurut "aturan", tapi bagaimana kita mampu melihat situasi, kondisi, berempati, menyesuaikan diri, berkomunikasi, dan lain sebagainya hingga akhirnya yang ingin disampaikan tersebut mampu diterima orang tanpa melukai hati, crossing their boundaries,  judgment, atau triggering. Mungkin disini seni nya, alias pintar2 berkomunikasi dan menyampaikan. Dan itu semua tidak bermodalkan logika saja, butuh kecerdasan emosional, kepekaan, sensitifitas, intuisi, dan awareness.

Misal, salah satu ajaran agama yang saya imani, mengajarkan cara menasehati dengan berahasia tidak di depan umum. Itu caranya, dan apakah pernah mempertanyakan WHY nya? kenapa harus begitu caranya? atau hanya sekedar mengikuti saja? Kalau direnungkan, saat menasehati secara rahasia, kita menjaga privasi orang tersebut, menjaga dignity nya, menjaga hal yg dianggap sebagai suatu kesalahan (hingga butuh dinasehati), agar bisa lebih terkoneksi dari hati ke hati. Esensi WHY nya yang kita gunakan. Melihat moment yang tepat, membuat orang tersebut merasa nyaman dahulu, membuat orang tersebut secure dan trust, baru angkat pembahasan terkait yang ingin disampaikan untuk membantu dia memperbaiki hidupnya, tahu kapan harus ngomong dan tahu kapan harus stop.

Dalam masyarakat pada umumnya, kadang orang yang ingin menasehati atau menyampaikan hal yang dianggap benar, seringnya berapi-api, terus nyerocos tanpa evaluasi, bahkan memaksakan pandangannya untuk dapat diterima yang berakhir pada judgment dirinya benar dengan berlindung dibawah kitab suci Tuhan dan orang lain salah butuh diluruskan. Lupa pada hakikat bahwa dirinya hanya menyampaikan bukan yang punya kendali untuk meluruskan orang, ujung-ujungnya jadi obsesi, ekspetasi, proyeksi, dan prejudice.

Sesuatu dari hati akan sampai ke hati. 
Hati menangkap frekuensi, tidak bisa ditipu dengan ucapan, logika berfikir, apalagi di manipulasi. 

No comments:

Post a Comment