Tuesday, September 2, 2025

Menabur dan Menuai

Menabur dan menuai adalah dua hal berbeda yang saling berkaitan.
Ada yang menabur dalam detik, bulan, dekade, atau bahkan di kehdiupan selanjutnya.
Apapun yang kita tabur, ada masa untuk dituai. Entah diri sendiri yang menuai atau orang setelah diri yang menuat bibir yang diri tanam. Seperti kakek nenek yang sangat baik sepanjang hayatnya, namun selama hidupnya belum sempat menuai benih yang ia tanam. Sampai di waktu menuai saat mereka sudah tidak ada di dunia, sehingga cucunya yang menuai segala karma dan kebaikan nenek kakeknya. Begitupun untuk hal dzolim dan destruktif yang di lakukan. 

Kadang ada hasil yang terlihat cepat, kadang butuh waktu yang lebih lama.
Apapun itu, yang kita nikmati saat ini adalah hasil akumulatif apa yang kita tanam di masa lalu, di kehidupan sebelumnya, termasuk yang di tanam oleh orang-orang yang berhubungan dengan diri seperti keluarga. 

Jika diri lelah berusaha, lelah menyelesaikan banyak hal, lelah secara fisik maupun batin. Tidak ada kata lain selain ikhlas. Karena hanya Tuhan yang tahun kapan semua yang kita usahakan dan tabur akan berbuah dan akan ada masa panennya. Entah di panen dan dinikmati oleh diri sendiri maupun sekitar. Jikapun diri tak sempat menuai dan menikmati semua yang ditanam, maka tak ada kata lain selain ikhlas. Mungkin ikhlas adalah level tertinggi dari manusia yang menyerahkan semuanya pada Sang kuasa dengan segala usaha, pengorbanan, kehilangan, penderitaan, dan ikhtiar yang telah dilakukannya dengan kelapangan hati sebagai hamba yang bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya (kesehatan, kecerdasan, kejernihan, kapasitas, kemampuan, bakat, potensi, dan segala kesempatan yang hadir).

Kembali ke topik menabur dan menuai.
Bisa jadi ada orang yang beruntung berada pada posisi masa panen dari hasil orang-orang sebelumnya tabur dan tanam. Ada yang dihujat dari taburan kedzoliman, ada yang di agung-agungkan dari taburan kebaikan. hal yang ingin disampaikan adalah, apapun yang hadir saat ini, di panen, ingatlah ada pihak lain yang layak mendapatkan kredit yang mungkin terlupakan atau bahkan tak disadari. Begitupun dengan diri sendiri, ada akumulasi keputusan , tindakan, sikap, dari masa lalu yang mungkin terlupakan atau tak disadari. 

Thursday, August 28, 2025

Beda level (2)

Kasus 1. Batalin janji
Si A gak ngabarin, pas ditagih malah marah, blamming kita, playing victim, dan tidak ada resekejul. Jikapun ada resekejul, akan dibatalin lagi.
si B mengabari beberapa jam sebelumnya (karena mepet), menjelaskan alasannya, memberikan pilihan jadwal lain. Dan sata orang kecewa/ kesal, ya terbuka santai menerima kosekuensinya tanpa defensif atau ma;ah menyerang.

Kasus 2. Being vulnerable and asertif.
Si A merasa diserang, penuh pembenaran dan defensif, malah jadi nyerang dengan intention menyakiti. Alhasil tidak terjalin komunikasi, pemahaman, dan solusi bersama.
Si B berterimakasih "makasih ya sudha terbuka dan bilang", lalu being space "apa lagi yang kamu kesal sama aku", "menawarkan solusi "apa yang kamu mau?". Dilakukan, case closed, dan tak pernah berulang.

Kasus 3. Salah paham
si A defensif, menyelamatkan diri, merasa dirinya benar, gaslighting orang, manipulatif.
Si B, menderngarkan perspektif dan asumsi pihak lain, memahami, tidak defense amupun menyerang. Lalu mengkomunikasikan maksdunya dan ada rekonsilisasi. 

Cara orang merespon, handle masalah, melihat masalah, menyelesaikan masalah, ternyata dipengaruhi banyak hal. Mulai dari latar belakang, pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, pergaulan, kedwasaan, kematangan mental, daya nalar, IQ, spiritual, wawasan, kepekaan, dll. Termasuk levelnya masing-masing.

----
Kadang ada orang melihat suatu masalah sepele dan menyepelekan. Ya bisa jadi masalah itu sepele, atau dirinya yang tak mampu melihat the core of that situation and problem, atau ya memang ignorant dan kurang wawasan aja. 

Beda Level (1)

Ada beberapa unpleasant experience dan emotion yang terus terjadi berulang. 
Setiap curhat ke orang terkait hal itu, orang-orang yang dicurhati merespon "kayaknay mereka kurang wawasan, jadi gak paham sikap kaya gitu berdampak apa, gak paham juga cara merepon hal seperti apa", "mereka beda level, kalo kamu kan sering pindah-pindah tempat, merantau, berbaur sama banyak jenis orang baru, mandiri dari kecil. Sedangkan mungkin mereka lingkungannya ya ity-itu aja", "latar belakang pendidikannya beda ya, S1 dan S2 cara berfikirnya beda, cara melihat masalahnya beda, cara padangnya beda. pendidikan tuh berpengaruh loh dan sepertinya memang beda aja levelnya", "udah lah gak usah dipikirin, gak penting, beda level. fokus aja ke kerjaan kamu".

Berbulan-bulan tidak paham omongan mereka. Aku malah terus fighting, menjelaskan, berjuang, dan berusaha to make it better. Sampai di momen saat sedang ngobrol dengan orang kantor, mendadak sadar "oooo bener ya emang beda level". Mereka tidak mampu melihat masalah, sehingga solusi yang mereka lakukan pun tidak tepat dan didnt works. Bahkan jadi blamming dna labeling akunya yang bermasalah dan masalah hanya karena aku sendirian minoritas, dan mereka tidak mampu "melihat" apa yang aku "lihat". 

Semenjak itu, badanku spontan melakukan hal-hal penting. Termasuk jadi stop interaksi duluan, konfrotasi, mejelaskan, gifing knpwledge, sharing expereince, dan hal-hal yang selama ini memang tidak perlu diberikan ke orang yang tidak mampu menerima dan paham. Alih-alih bisa menerima, saling kontribus, malah diri yang dianggpa ini itu. 

Ternyata "beda level" bukan bentuk arogansi dan kalimat menyenangkan diri. 
Alhamdulillah akhirnya paham. Bismillah.

Wednesday, August 20, 2025

20/08/2025

Penderitaan terbesar adalah:
Saat diri bisa melihat semuanya; melihat hingga ke dalam hingga akar; mampu membaca dan mengidentfikasi masalahnya; tau solusinya; mau berkontribusi; mencurahkan seluruh waktu, energi, perhatian, kemampuan, semuanya untuk mengubah itu semua menjadi lebih baik; tapi hal tersebut tidak mau berubah, tidka mau menerima kontribusi, tak sadar. 

Ketika kita bisa melihat lebih dari apa yang pad aumumnya terlihat, memiliki hasrat untuk menolong melebihi menolong diri sendiri, melihat semua kekacauan dan mengambil itu semua sebagai masalah diri hingga diri yang menderita tanpa ada perubahan yang hal itu mampu terima dan terjadi. 

I am really sorry to myself,
to be too aware, too sensitive, too care, too nurture, too sacrifice for people/ place/ things that mutual or reject us. Sorry for abandonment you dear myself, for everything org people that really important to me. 

20/08/2025

I’m truly happy to see friends getting married, launching books, starting new businesses, moving to America, receiving promotions, buying property, and achieving their dreams. Deep down, all of this reminds me to focus on what really matters and stay committed to the process. Thank you for sharing such inspiring and eye-opening news. Bismillah.

Sunday, August 10, 2025

2/8/25

My soul full of love, joy, and gratitude.
Thank you for invitation and having me.

Happy birthday, Arthur!
All the best for everything!

 
 

Flashback, 3 years ago (2022) I moved to Jakarta, without family, friends, circle, just alone by myself. I asked my self "how to make friends at this age?". Suddenly one of my  acquaintance told me about this community. So I joined and still have not friends wkwk. Beside that, I am so grateful to meet all of these people. I felt sense of belonging; experience love, warm, kindness; learned many things, to love myself, to more open to others, to trust, to communicate better, to create healthy boundaries. Its mean a lot for me. I am so grateful to know Arthur. His maturity, kindness, energy, so wonderful.

Wednesday, August 6, 2025

Gratitude

Energy never lies. We can feel it in every action, word, situation, condition, place, object, and person long before the mind begins to process it.

Last weekend, I attended an event where I met many people from different walks of life. At one moment, a guy complimented my dress: “You are so gorgeous". I smiled, said thank you, and started explaining why I chose to wear that dress. But before I could finish, he gently cut in and said, “Just own it". I instantly stopped my word and got the energy behind that. The energy was uplifting, encouraging, and deeply empowering. It hit me in a way that made me pause and reflect.

Before leaving the event, I said goodbye to everyone, waving my hands and giving hugs. When I hugged one of the guys, his embrace carried such warmth and kindness that it caught me off guard. In that moment, I felt like crying, his energy was so gentle, it touched something deep in me.

On the taxi ride home, I cried. Tears flowed as I began to realize so many good things I had never truly noticed before. There was a deep sense of gratitude and tenderness behind those tears, like my heart was finally catching up with everything I’d been feeling.

Thursday, July 31, 2025

Beres

2019 ada cidera di betis, lalu fiisoterapi. Out of blue, dokternya komen "kamu kalo nikah, nikah sama orang yang kamu cinta, yang saling cinta. Yang cocok sama kamu, bukan orangmu", "dna ingat, nikah sama cowok yang beres, yang beres ya". Tahun berganti, sampai di momen pertengahan 2025 (barusan) sadar sesuatu, teringat perkataan dokter rehab medik, dan baru get it maksudnya. 

Mungkin kita terbiasa pada kondisi dan pengkondisian masa kecil. Semua yang diterima dianggap hal normal dan saat terjadi berulang di usia dewasa bahkan sepanjang usia, hal tersebut di normalisasikan. Hingga di momen banyak healing, dapat experience berbeda (good or bad), semua jadi terlihat jernih. Lambat laun jadi paham mana laki-laki beres, wounded, baik, healed, bermasalah, semua terlihat jernih. Termasuk mampu melihat mana boundaries, defense mechanism, trauma response, pure kindnss, yang punya hidden agenda, mana yang personality, karakter, trauma, dll. 

Untuk sampai kesana, diperlukan kejernihan dalam melihat. Dan kejernihan ini, personally di dapat saat melepaskan banyak trauma, being present, being grounded, dan ada kematangan secara spiritual.

Siapapun jodoh ku, semoga kamu beres ya biar kita segera ketemu.
Healed, being real you, stabil, kuat (secara fisik, pemikiran, mental, batin, finansial), kind. Ibarat pohon ya kaya pohon jati dengan kelembutan selembut sutra dan ya kita match aja, mutual, saling berkontribusi, dan bertumbuh terus. 

Monday, April 7, 2025

Love it

The people, the place, the moment, the experience, so light, joyful, and make me expand.
I love to meet people, to socialize, to experience new place, in the move.

Hair

Cat rambut dari akar, lama-lama tumbuh hitamnya, warnanya makin kebawah, di potong beberapa kali sampe jadi sayang banget. Ditambah belum ketemu salon yang pas di kantong dan stylish nya cocok. Akhirnya tadi abis makan, impulsif potong rambut. So far oke, Lets see kalo blow nya udah abis, pas lurus hasilnya kaya gimana, semoga oke. 


Saturday, March 29, 2025

Perselingkuhan

Kadang bertanya-tanya, apa itu selingkuh?
Seperti apa? batasannya bagaimana? dengan siapa?

Yang namanya manusia, wajar memiliki respon. Baik secara emosional, sosial, fisik, seksual, pikiran, dan lainnya. 
  • Ada yang mudah terangsang secara emosi dengan membantu orang lain meski lawan jenis karen kasian. Dan hal tersebut bisa dianggap selingkuh. 
  • Ada yang mudah terangsang secara libido dan sulit mengendalikannya, maka berhubungan seksual termasuk peentrasi dengan lawan jenis atas dasar nafsu tanpa perasaan. Itu pun bisa dianggap selingkuh.
  • Ada yang mudah terstimuli secara pikiran, senang berdiskusi hingga ngobrol deep dan panjang yang kebetulan cocoknya dengan lawan jenis. Itu pun bisa dianggap selingkuh.
  • Ada yang kepedulian sosialnya tinggi dan perhatian terhadap orang lain tanpa memandang gender, saat memberikan perhatian bentuk kasih sesama manusia terhadap lawan jenis, itu pun bisa dianggap selingkuh.
  • Begitupun dengan perasaan, manusia tidak bisa memilih dan mengendalikan terhadap siapa ia tiba-tiba suka dan cinta. Sekalipun sudah memiliki pasangan, jika suatu saat merasakan cinta pada orang lain pada pandangan pertama. Ada yang menganggap itu selingkuh, meski perasaannya hanya disimpan tanpa ada aksi apapun. 

Setiap pasangan memiliki batasannya masing-masing dengan apa yang dianggap selingkuh.
Bisa jadi semua relasi ada perselingkuhan, hanya saja ada yang bisa diterima, dipermasalahkan, atau diributkan panjang. 

Ada yang memang tabiatnya senang berbohong, melanggar komitmen, dan melakukan hal-hal yang mayoritas menganggap sebuah perselingkuhan. Seperti menikah siri atas dasar cinta, berhubungan badan dengan beberapa perempuan dalam waktu lama. Dalam kasus itu, ada yang pasangannya ikhlas dan ya menerima suaminya seperti itu lalu dilepaskan, ada yang menganggap masalah besar dan ego sebagai korbannya mengebu-gebu, ada yang menjadi trauma, ada yang mampu menerima dan membuat keputusan (lanjut atau tidak), ada yang menganggap hal tidak penting dan angin lalu, ada pula yang santai karena terbuka untuk berhubungan dengan orang lain meskipun sudah menikah. 

Sehingga perselingkuhan adalah hal subjektif. Dan tidak salah juga jika manusia memiliki ketertarikan, kepedulian, perasaan terhadap orang lain bahkan terangsang. Itu semua hal manusiawi. Yang jadi masalah, saat seseorang tidak mampu meredam impuls yang muncul sesuai kesepakatan komitmen dengan pasangannya, sehingga pasangan merasa di khianati, diabaikan, dibuang, dicampakan, dsb. Atau melakukan kekerasan emosi, fisik, mental, finansial, dan abuse terhadap pasangannya saat melakukan hal yang dianggap perselingkuhan, sehingga merugikan pasangannya secara materi, fisik, psikis, dan memberikan trauma mendalam yang berdampak pada kehidupan dan masa depannya.

Jika pasangan terbuka, santai, memiliki nilai yang mirip, memiliki komitmen yang sama-sama disepakati dari dasar hati tanpa paksaan untuk saling mengontrol. Bisa jadi melakukan hubungan seksual dengan orang lain dapat diterima, main dengan lawan jenis dianggap seperti main dengan teman-temannya, memberi perhatian dan kasih terhadap orang lain dianggap hal biasa. Itu semua tidak akan dianggap pengkhiatana dan perselingkuhan, jika semua pihak yang terlibat memiliki value dan tujuan yang sama. 

Mungkin ini pentingnya untuk benar-benar mengenal diri sendiri, mengenal pasangan, keterbukaan, dan omunikasi. Sehingga saat berkomitmen, tidak akan kaget jika potensi abc terjadi karena memang sudah saling diketahui dan diterima satu sama lain. Ada yang jadi diantisipasi, dan jika kebablasan yang mampu diterima dengan lapang karena dari awal sudah saling benar-benar mengenal satu sama lain dan ada penerimaan utuh. 

Monday, March 24, 2025

Being content

When we feel enough and content with ourselves,
We will realize:
Not all relatives need to be accompanied,
Not all relationships need to be continued,
Not all opportunities need to be seized,
Not all problems need to be solved,
Not all friends need to be kept,
Not all misunderstandings need to be corrected,
Not all accusations need to be explained.

When we feel enough and content with ourselves,
We don't need anything and anyone to fulfill our soul.
So, We can see everything clearly and hear our intuition,
We can make decisions and take action based on our awareness,
And not affected by things outside of oneself.

Thursday, March 20, 2025

Tujuan

Semakin dewasa, semakin mengenal diri sendiri, salah satu yang disadari adalah tentang kecocokan.
Pekerjaan, pertemanan, relasi romantis, ya semua tentang kecocokan. Dan gak perlu jadi orang lain atau berusaha cocok dengan sesuatu atau orang hingga kehilangan jati diri asli. Karena takut ditinggalkan, diabaikan, kehilangan kesempatan, sendirian, atau hal lainnya. 

Dan dibalik itu, tentang tujuan.
Untuk sebagaian orang yang sangat mudah membaca karakter orang, saat ia memiliki tujuan yang sangat jelas dan hasrat tinggi untuk mencapainya. Maka ia akan mampu cocok dengan segala jenis orang (siapapun itu). Karena fokusnya pada tujuannya dan secara alami ia tahu bagaimana cari berkomunikasi, interaksi, dan memperlakukan orang. Jadi ya dia akan cocok dengan semua orang selama tau apa tujuannya.

Personally, tujuan itu seperti kompas dan fokus adalah amunisi untuk sampai ke tujuan itu. 
Selama punya tujuan dan fokus mencapainya, pasti akan selalua da dan bisa menciptakan dan mendapatkans emua yang dibutuhkan untuk sampai kesana. Bahkan bisa jadi banyak yang menenmani, mendukung, datang membantu, bahkan memberikan kendaraannya yang lebih canggih untuk segera sampai. 

Begitupun saat tak punya tujuan, hidup gampang tertarik sana sini, masuk drama sana sini, nyasar sana sini, berkonflik dengan orang, bahkan menyusahkan diri sendiri tanpa arti yang jelas. Karena saat tidak memiliki tujuan, itu dalam keadaan kosong dan bingung, termasuk boundaries (waktu, tenaga, sumber daya, emosi, finansial, dll) pun menjadi lemah bahkan hilang.

Jadi yang ditekankan bahkan ditanya tiap malam dan bangun tidur adalah:
What my truth purpose?
What I really want? Its mine?
What I really truly desire and lust for?
Who am I if I walk on my real reality?
Show me the clarity, Guide me.

Tuesday, March 18, 2025

Ramadhan #18

Apakan orang tua mengajarkan  diri untuk mengasihi dan menerima diri. Menanamkan diri layak dicintai, dikasihi, diberi, di provide tanpa merasa tak enak dan harus berhutang? 

Atau orang tua sibuk menuntut anaknya agar mampu diterima, menyenangkan semua orang, menginvalidasi semua perasaan dan pengalamannya, penuh dengan kritik dan labeling segala keburukan, beban, not good enough? 

Pendidikan bukanlah kasih makan, mengekolahkan, memberi materi, segala teori nasihat, dan aturan. Namun program apa saja yang ditanamkan di alam bawah sadar sang anak?  Mindset apa saja yang dibentuk?

Love Self First

Mampu mencintai diri tanpa syarat  dan  menerima diri sepenuhnya terlebih dahulu, sebelum memulai percintaan bahkan berkomitmen dengan orang lain dalam sebuah relasi. 

Sehingga saat ada hal-hal tak nyaman, menyakitkan, kita tak akan pernah merasa diri korban, mengasihani diri sendiri, apalagi memiliki banyak trauma tak berujung hingga hayat selesai. 

---------

Seberapa banyak orang-orang  yang cinta dengan tulus, yg diri tolak? 
Hanya karena merasa tak layak dicintai dan tak mampu dicintai?

Seberapa banyak orang-orang baik yang hadir yang diri tolak, 
hanya karena terbiasa dengan hal-hal menyakitkan dan belum mampu mencintai diri?

Seberapa banyak kasih yang hadir yang mau dan mampu memberikan kehidupan duniawi yang jauh lebih dari cukup dan berlimpah menyenangkan yang diri tolak? Hanya karena perasaan tak layak dan blm mampu mencintai diri?

Berapa banyak orang-orang seperti diatas yang diri takut untuk temui, kenalan, berinteraksi,
 hanya karena belim mampu menerima diri sendiri sehingga takut orang lain tak mampu menerima?

Pengorbanan

Pengorbanan tanpa mengasihi diri, hanya sebuah ke dzoliman pada diri dan menumpuk kekesalan yang akan meledak di suatu hari. 

Seberapa sering kita diajarkan, disuruh, diberikan contoh, bahkan hidup dalam lingkungan yang selalu mementingkan orang lain, mengurusi orang lain, mendahulukan orang lain, dengan mengorbankan diri sendiri; selalu memberi tanpa menerima? 

Sejatinya itu bukanlah sebuah kebaikan.

Itu hanya keputusan autopilot orang-orang yang tak mau dinilai buruk, yang ingin diterima lingkungannya dengan menjadi people pleaser dan condependecy. Orang-orang yang mencari validasi dirinya good enough dari dunia luar. Orang-orang yang di dasar hatinya merasa tak layak, tak layak dibantu, tak layak dicintai, tak layak diberi, tak layak hidup bahgia, tak layak dipedulikan, tak layak di prioritaskan. 

Kebaikan adalah saat kita berada dalam titik seimbang antara memberi dan menerima. Antara memberi dan meminta. Antara mengasihi sekitar tanpa lupa memgasihi diri. Karena boundaries akan terbentuk saat diri mampu mencintai diri dan merasa layak. 

Sunday, March 16, 2025

Pilates

 

(Bandung, Jakarta, Jogjakarta) Sampe sekarang, tiap pilates rasanya wow. Dari yang setelah sesi, badan sakit-sakit sampe berhari-hari, sempet sakit banget berasa robek ototnya. Endingnya bikin diri happy, pikrian jernih, badan enak banget kaya ke streatch, rasanya lebih enteng, dan makin kuat.