Friday, December 5, 2025

Pekerja Malam

Mungkin karena terbaisa dengan rutinitas pagi seperti anak sekolah, bekerja pun dianggap pagi hingga sore dna harus di kantor. Jaman dulu freelancer, kerja dari rumah, punya usaha sendiri yang flexible, jualan online, dosne luar baisa yang ngajar seusia jadwalnya saja, bisa dianggap pengangguran. Apalagi jika bekerja di malam hari hingga dini hari, bisa dianggap anomali dan bermasalah bahkan aib.

Saat pandemi, dimana banyak yang bekerja dari rumah atau yang dikenal dengan WFH, lewat zoom, tektok email, remote. Ada masyarakat yang mulai melek dan naik kesadaran bahwa bekerja tidka harus pergi kelaur rumah, di kantor, dari pagi hingga sore. Karena apda hakikatnya bekerja adalah mencari uang dna ladang pekerjaan jenisnya beragam. Alhasil bekerja remote sudha dianggap hal normal, lumrah, bahkan suatu hal yang dicari.

Kemudian tentang jam kerja, malam hari dan perempuan. 
Contoh tempat dan profesi yang dilakukan malam hari:

Club.
Club adalah tempat hiburan malam yang menyediakan band, dj, music, makanan, minuman, atraksi. Banyak sekali profesi yang ada di jam operasional club. Mulai dari resepsionis, satpam, keamanan, waiter, bartenders, dj, pemain band, dancer, pengarak minuman, pemain akrobat, cleaning service, host, party girl (semacam marketing untuk meramaikan suasana). 

Syuting.
Ternyata ada syuting yang memang di lakukan malam hingga dini hari, seperti ajang pencari jodoh yang kadang sebagian kandidatnya adalah settingan sebagai pengembira, Dan orang yang ikut syuting ini bukan orang terkenal yang saat papasna di jalanan, semua orang langsung tau.

Jadi kalau ada perempuan pulang malam pakai baju seksi, bisa jadi dia hanya hosting (marketing club) untuk meramaikan tempat dengan penampilan yang mengembirakan (misal). Atau petugas keamanan, perempuan yang abis syuting acara, abis tampils ebagai dancer, akrobator, dj, penyanyi, pemain musik, dll. Jadi tidak semua perempuan pekerja malam itu adalah ani-ani atau PSK. 

5/12/2025

Beberapa hari ini buka threads, muncul postingan tentang kontra LPDP untuk semua. Ada yang menganggap anak orang kaya tidak layak untuk mendapatkan beasiswa LPDP. Padahal beasiswa mengejar kualitas juga, tidak sebatas kurang mampu atau miskin. Stop minta privillage bantuan dan kemudahan biaya karena miskin. Selama diri berkualitas, mau miskin ya jalan selalu ada. Tidak akan pernah takut tersaingi oleh orang yang dianggap kaya dna jauh lebih mampu. Disini kompetisi kualitas personal, bukan jual inferiority "miskin berhak dapat beasiswa, anak orang kaya tidak berhak". Heyyyy anak orang kaya itu yang kaya orang tua nya, sama aja yang miskin itu orang tuannya jg. Secara individu ya mereka sama, tidak ada masalah jika diadu kualifikasinya. 

*disclaimer, bukan anak lpdp atau anak orang kaya.

Sedikit cerita, 
Jaman sekolah 1990-2000an, itu ada sekolah unggulan yang isinya benar-benar tersaring. Saya pengejar lingkungan, berambisi sekali masuk sekolah bagus biar punya lingkungan baik (kompetitif, pinter-pinter, fair, dan sehat). SD masuk sekolahan yang dianggap bagus di tempat itu, saat masuk SMP unggulan,a da yang tanya "kamu dr SD mana", saat saya jawab SD X, komen orang-orang "wah itu sekolah anak orang kaya smeua ya". Disitu mendadak sadar, iya juga ya, teman-teman sayang dari keluarga yang sangat mampu. teringat jaman hip suatu sepatu, saya merenggek ke ortu minat dibellin. Ortu komen "itu harga sepatu sebesar gaji satu bulan ibu". Tapi saya bisa bertahan di sekolah itu karena secara otak, kemampuan, kualitas diri baik, dan mampu bergaul dengan baik juga, tidak merasa inferior atau harus ngikutin demi bisa diterima. Karena fokusnya ke pengembangan diri.

di SMP dan SMA yang dianggap bagus, lingkungan lebih heterogen dan tetap memiliki satu kesamaan. Saya tumbuh cukup baik dan ter nurturing selama sekolah. Karena filter yang baik akan menjaga kualitas orangnya yang masuk, sehingga lingkungan pun terjaga. Saat kuliah masuk ITB, saya sangat bersyukur sekali (rasa syukur muncul justru setelah belasan tahun lulus). ITB memberikan ruang belajar, tumbuh, dan pengembangan diri yangs angat baik, aman, dan sehat (personally). Saya bisa bergaul dengan beragam jenis orang (suku, etnis, latarbelakang keluarga, level sosial ekonomi, dll) dan itu membuka perspektif tersendiri; ITB tidak membungkam dan mengecilkan, sifat kritis saya terfasilitasi dengan baik disana; dan beruntung masuk ke kelas yang telat 3 menit kerjana 1 semester kita dibuang dan ngulang 1 tahun, sifat komitmen akan waktu dna displin saya dihargai disana. Ya pengalaman orangs ekolah akan berbeda tergantung personality nya masing-masing, tidak bisa di generalisir. 

Bersyukur sekali dengan sistem pendiidkan di masa itu yang sangat menyaring siswa dan mahasiswnaya berdasarkan kualitas, bersyukur pernah sekolah di lingkungan yang memacu pertumbuhan dan baik. Terimakasih.

Bayangkan sekarang, sekolah bisa bebas diakses siapa saja hanya dengan syarat lokasi tempat tinggal (radius KM). Terlalu banyak keberagaman, range nya pun terlalu jauh. Pengalaman jadi sisten dosen di ITB, ngajarin anak-anaknya lebih mudah dan senneg melihat orang tumbuh karen amereka sekolah karena keinginnnya dna punya motivasi tinggi. Saat menjadi dosen di bbrp kampus swasta apalagi yang baru, itu ada anak yang pinter, bisa, bahkan banyak juga yang dibawah rata-rata, mengajarnya pun sulit dan tidak bisa sekeras di PTN. Dan tidak sedikti dari mereka kesadaran dan motivasi kuliahnya hanya sekedar menjalankan kehidupan, disuruh ortu, dan ya sekolah saja. (tidak mengeneralisir ya).

Dan saat bekerja, terasa sekali bedanya.
Ohya, nasib orang setelah lulus berbeda-beda, banyak variable. Dari mulai keadaan ekonomi, keluarga, perputaran hidup, masalah personal, ya benar-benar nasib. Karena bekerja tidak hanya butuh kualitas diri, ada peran opportunity dan jalan hidup juga. Lanjut bahas kantor. Nah saat bekerja karena himpitan uang; semua idealisme, standard ideal dilepas. Masuk kantor yang isinya orang-orang dari kampus-kampus yang gatau dimana dan baru denger. Dan itu budaya yang tercipta jadi sebatas for surive. Tidak ada diskusi intelektual, tidak ada jiwa-jiwa kritis dan haus akan perubahan, tidak ada motivasi tinggi to achieve more dan tumbuh, bahkan banyak yang hanya peduli sama diri sendiri even di level manager/ team leader. Belum lagi sistem dan lingkungannya sangat mematikan jiwa, menahan pertumbuhan, merusak integritas, dan sangat manipulatif abusif. Jauh dari rasa kepedulian terhadap sesama, nurturing, encourage others, growth. Pada akhirnya yang waras dan sehat yang resign. Dan orang-orangs eperti itu terbentuk sudah dari kecilnya, masa sekolahnya, lingkungan rumah, tumbuh, sekolah, dan pergaulannya. 

Jadi lingkungan sangat penting...
Menjaga kualitas orang-orang dalam suatu ekosistem pun penting.
Apalagi buat orang-orang kaya air yang sangat absorbing, seperti cermin yang memantulkan tempat ia berada. Adaptasi bukan berarti harus menjadi sama dan mengecilkan atau "mematikan" diri hanya untuk diterima dan memiliki pola yang sama. 

Thursday, December 4, 2025

Komunikasi

Ada strangers cerita tentang perceraian karena masalah komunikasi.
Saat ada masalah, suaminya selalu avoid, menghindar, ngilang, membiarkan masalah diem sendiri. Saat sudah dianggap kondusif dan reda, ia mulai muncul dan menghindari membicarakannya, dianggap yang lewat sudahlah berlalu. Hal ini terjadi berulang selama bertahun-tahun tanpa ada masalah yang pernah terselesaikan dan selesai. Hingga suatu saat meledak tak terhindarkan dan selesai, pernikahannya yang selesai.

Seberapa banyak orang yang tak mampu mengkomunikasikan masalah, perasaannya, kepentingannya, merespon orang dengan baik dan bertanggung jawab? Seberapa banyak orang yang menghindar saat ada masalah? yang melakukan agresi dalam diam dengan nyuekin, diemin, mengabaikan, silent treatment emotionally abuse to gain control dan mengerus self worth orang. Dan dia selalu pengen orang yang dateng duluan, minta maaf, dan membavlidasi dirinya benar dan powerfull? seberapa banyak orang yang asertif, terlalu ekspresif, dan meledak saat di push/ di bungkam?

Seberapa banyak orang menebak berasumsi yang tak pernah dia ungkap dan konfirmasi? bagaimana jika asumsi muncul dr trauma past experience dan saat dikomunikasikan tanda konfirmasi tapi di judge labeling negatif? Seberapa banyak orang yang berharap orang paham keadaaanya tanpa ada komunikasi sama sekali? Dan saat orang kesel meledak, orang ini komen "harusnya kamu paham, kan blabla kan blabla". Dan itu bentuk maniuplasi shift blamming.

Komunikasi mungkin hal sederhana, ternyata tidak semua org bisa.
Respon "sedang nyetir" bisa menyelamatkan orang yg sedang struggle dari asumsi, anxiety, depresi, dan bunuh diri. Respon "kita bahas nanti" sudah bentuk respect others, menenangkan situasi, meskipun tidak tahu kapannya. Respon "nanti dihubungi lg", "sorry batal ya ga jadi", "memang benar kamu blabla?". Hal-hal sederhana yang mempermudah komunikasi dan relasi. 

Komunikasi baik bukan sebatas "selamat pagi", "terimakasih", "maaf menganggu" dan tetek bengek sosial norma lainnya. Tapi bagaimana kita membaca situasi, keadaan, menangkap pesan aslinya, menghargai orang denga being listened and respon (no ghosting or silent treatment), make it clear, give closure. Dan orang yang menghargai orang lain, saat boundaries nya ke cross ia akan menyampaikan, bukan diemin cuekn berharap orang paham sendiri, yang ada malah makin ribet masalah dan bahaya nya bikin orang mempertanyakan keberhargaan dirinya dengan di gituin.

Trusting Self

Setiap orang memiliki awarenessnya masing-masing baik being dan tubuhnya. Dan setiap pengalaman yang di rasakan, semuanya valid. Not just perception, we can sense energy. 

Nah saat kita tumbuh di lingkungan yang manipulatif, abusif, gaslighting, yang sering meng invalidasi sebagai bentuk mendistorsi realita diri untuk lepas dari tanggung jawab atau gain kontrol; orang mungkin akan belajar untuk invalidasi dirinya sendiri, untuk mengecilkan perasaannya, untuk mempertanyakan awarenessnya, untuk mengkhianati intuisinya, dan tidak mempercayai dirinya sendiri dan butuh validasi luar untuk mengkonfirmasi experience, intuisi, dan awarenessnya.

Baiknya, semesta memfasilitasi untuk kita kembali terhubung dengan diri dan belajar mempercayai diri kembali. Lewat kejadian-kejadian sejenis, lewat orang-orang manipulatif, lewat orang-orang yang tidak mau memvalidasi truth yang hadir, lewat situasi kondisi tersebut yang berulang. Samapi akhirnya kita sadar, belajar mengakui diri, memvalidasi diri, trusting self, dan akhirnya bersatu dengan diri kembali. Kita tumbuh menjadi orang yang tak bergantung pada siapapun untuk memvalidasi pengalaman, perasaan, emosi, bahkan insight yg datang. Sehingga langkah kita lebih cepat dan mudah.

Lalu trusting self itu apa?
Sesederhana dunia bilang makanan A enak, tapi kamu ngerasainnya gak enak, ya trust self. 
Jangan nyalahin diri sendiri karena kamu merasakan hal berbeda, gak perlu cari bukti kenapa makanan A yang kamu gak enak, gak perlu cari dukungan orang lain untuk memvalidasi makanan A di kamu gak enak. Just trust self dan done.

Semakin kita kenal diri sendiri, trust diri sendiri, semakin tidak mempan di gaslight. Sekalipun orang gaslighting di iya in banyak orang untuk menguatkan manipulasinya, kita tau the turth, our truth, dan tidak membuat diri mempertanyakan kewarasna diri dan menggerus self worth.

Tuesday, November 11, 2025

11/11/25

2026, banyak agenda reuni 20 tahun, baik SMA maupun kuliah.
Bingung juga apa yang mau di reuni kan, temen gak punya, circle ga punya, ga ada interkasi atau bonding selama sekolah dan setelah lulus. Selain itu ada sedikit ketakutan, ketakutan jadi outsider karena gak punya teman dan orang-orang udha punya circle nya masing-masing, males banget. Disisi lain pengen banget dateng karena senang ketemu banyak orang, bisa ngobrol, bisa tau orang lagi sibuk apa, bisa buka networking, dna menyenangkan jika bisa expand secara sosial, knowledge, experience, dan bonding. 

Nah tadi di IG, akun reuni ada share foto depan sekolah. Kesan pertama yang muncul, ternyata aku sudah tidak suka lagi mengenang masa lalu. Rasanya kenangan masasma dan kuliah sudah hal sangat tidak relevant untuk masa sekarang. Honestly, merasa ga perlu menengok ke belakang, mengenang, membahas hal-hal yang sudah lewat sekalipun happy, ya sudah selesai di masa nya. Lalu muncul pertanyaan, apakah reuni hanya ajang untuk mengenang masa lalu? Apakah bonding yang hadir atau tercipta lewat kenangan masa lalu? Untuk apa? Gimana kalau rueni justru jadi ajang untuk benar-benar saling mengenal secara objektif, lebih berbaur, curious dengan semua yg hadir, dan membangun relasi untuk ke depannya. 

-----------

Banyak hal yang dilewati selama 20 tahun, jatuh bangun, pain suffer, joy abundance, semua hal rasanya seperti gejolak dalam medan tempur yang entah selesai kapan. Banyak rebirth yang terjadi baik secara jiwa, mindset, visi misi. Memaulai hidup dari awla kembali, membentuk pondasi, menguatkan akar.

Ya, perjalanan orang berbeda.
Tidak semuanya linear lulus, kerja, karir stabil, nikah, pny anak.
Bisa jadi ada yang sudha cerai, ada yang mendadak jumping kaya raya, ada yang lagi sulit ekonomi, ada yg baru sembuh dari depresi, ada yang bertransformasi body goal, ada yang sedang ilang arah,a da yang sudha menemukan cahaya setelah belasan tahun dalam kegelapan. Dan apakah dalam setiap fase hidup, teman-teman atau orang yang dulu jadi teman, hadir? tau? peduli? bertanya kabar? penasaran dengan update kehidupan? supoort? atau ya sebatas kepentingan, gak peduli, dan ya begitu saja. 

------------

Ya, mungkin reuni hanya sebagai ajang say hi, haha hihi, re-connect, dan bersosialisasi sederhana, bukan hal serius se deep itu. Karena orang sudah punya kehidupan, circle, ruang aman, dan ritme stabilnya sendiri. Jadi sebatas hal for fun aja.

Monday, November 10, 2025

10/11/2025

Satu persatu anggota keluarga pergi meninggalakn tubuhnya untuk selamanya. Dari mulai kakek nenek, adik kakak orang tua, sepupuh, saudara yang lain. Masa telah berganti menuju waktunya masing-masing.

Dulu kita masih anak kecil yang bertemu setahun sekali saat lebaran, bermain bersama, nginep di rumah saudara bergilir. Saat merantau satu kota, dianterin sekolah naik mobil maupun motor, yang saat sakit ditengokin diajak ngobrol. Ada juga momen kesel banyak dinasehati yang gak relevan, dan banyak momen kasih yang dirasakan oleh beberapa anggota keluarga yang telah pergi dari tubuhnya.
 
Semoga segala amal menjadikan cahaya dan kemudahan di akhirat,
Semoga Allah selalu memberikan kasih dan sayangnya selalu.
Jika ada yang masih menganjal atau belum selesai, semoga Allah berikan keikhlasan, kelapangan, healing, dan rasa tuntas.

--------
Seorang perempuan yang ditinggal meninggal suaminya dikala anak-anak sudah besar, bukanlah hal mudah melupakan segala kenangan puluhan tahun bersama. Segala jatuh bangun, perasaan cinta yang hadir dan tumbuh, kebersamaan, koneksi antar jiwa, dan kehadiran baik secara fisik, psikis, mental, dan emosi.

Lalu ditinggal saudara kembarnya, adiknya, sepupuh terdekatnya, dan sekarang ditinggal pergi anak-anaknya. Lebih dari 4 orang sudah mendahuluinya. Mungkin takdir yang memberikan kepikunan akan memory terbaru, justru menjadi kebaikan untuknya. Kebaikan untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan, rasa bersalah yang mungkin hadir akan kenangan masa lalu.
---------

Terimakasih telah hadir ke dunia dan bersingungan takdir mejadi keluarga.
Terimakasih atas segala kontribusi dan pembelajarannya.
Terimakasih atas segala contoh dan pengalaman yang diberikan.
Semoga selalu diberkahi dan dapat tempat yang terbaik.

Thursday, October 23, 2025

Experiences

Thankful for all experience that came.
for each has revealed a different kind of energy,
guiding me gently toward greater awareness of myself and life.

When I was manipulated, I learned to sense the energy of manipulation.
So now, when it appears again, I can recognize it early
and choose a response that protects my life and honors myself.

When I was attacked by black magic, 
I came to recognize what it feels like. So in the future, 
if a similar experience arises, I can sense and discern whether 
it comes from dark energy, an energetic clash, or something else entirely.

The more souls I meet  from different places, times, and situations,
the richer my awareness becomes of human energy and their intention.
Every encounter, whether in friendship, work, or love, family
adds a new layer of understanding and teaches me how to 
navigate connections with clarity, compassion, and grace.

Friday, October 17, 2025

Kebutuhan dan kepentingan (1)

Kebutuhan dan kepentingan.
Semua orang memiliki kebutuhan dan kepentingannya masing-masing.
Kebutuhan dasar seperti makan, tidur, bergerak, aktifitas rekreasi, social connection, sense of belonging, intimacy, feeling loved, loving others, being respected, recognition, money, self actualization, meaningful relationship, purpose, goal, space for growth, freedom. Dimana saat ada yang tak terpenuhi apalagi jika banyak, maka akan muncul berbagai masalah. Dari masalah emosi, psikologis, mental, perilaku, kesehatan, keuangan, dll.

Menariknya, mungkin tidak semua orang diberi ruang atau diajarkan untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal kebutuhannya, dan dibiasakan untuk meet their needs. Terutama jika individu tumbuh di lingkungan yang tidak pernah memenuhi kebutuhannya dan di tuntut untuk memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitarnya. Maka akan tertanam dalam alam bawah sadarnya jika dirinya tak penting, kebutuhannya tidak penting, kebutuhan orang lain paling penting dan harus diutamakan. Dan saat dirinya lack of di berbagai area dan tidak ada satupun yang mau memenuhinya (seperti sense of belonging, hal2 yang butuh orang lain) ya akan muncul gangguan emosi, lalu ke pikiran, ke fisik, ke pekerjaan, keuangan, dan ke kehidupan lainnya ikut berantakan. karena love dan sense of belonging kebutuhan dasar manusia sekalipun terhubung dengan Tuhan, ya tetap butuh dari manusia jg. 

Dari setiap kebutuhan yang tak terpenuhi, menghasilakn penderitaan, ketidakbahagian, pengkhianatan, kesulitan hidup, kemiskinan, Hingga akhirnya sadar akan kebutuhannya, belajar untuk memenuhinnya, jikapun dunia luar tak memberikan kebutuhannya, ia belajar untuk memberikan dari dirinya sendiri. Sayangnya, bagaimana diri bisa memberikan sesuatu yang diripun tak pernah merasakan dan tak kenal energy nya? 

Pada akhirnya berserah diri jadi usaha terakhir. Hingga Tuhan membuka jalan, memepertemukan dengan orang-orang yang memenuhi kebutuhannya sata itu. Entah lewat insight, action, maupun support material lainnya dna menghasilkan pengalaman bagaimana kebutuhan terpenuhi. Lambat laun, ia membiasakan diri untuk memenuhi kebutuhan dirinya hingga badannya merekam itu semua dan attract hal-hal yang dibutuhkannya effortlss. Dan itu bukan perjalanan singkat 1-2 tahun, butuh puluhan tahun bahkan lebih. Dan disini power diri muncul. Power untuk percaya dengan dirinya, menghargai dirinya, menciptakan boundaries anatara memberi dan menerima, memperjuangkan diri, mengejar apa yang dibutuhkan, termasuk menyembuhkan self worth - perasaan layak. Self power untuk merubah keadaannya sendiri. Dari yang awalnya tak berdaya, tersisihkan, terabaikan oleh dunia luar, mengabaikan diri sendiri, taken for granted, fokus pad adunia luar, menjadi fokus kedalam diri, bersinar dari gelas yang penuh. 

Thursday, September 18, 2025

18092025

Dengan orang yang tepat, di tempat yang tepat; diri ternutrisi dengan baik dan tumbuh melesat. Tentramnya jiwa, tenangnya batin, jernihnya pikiran, dan sehatnya fisik memberikan kehidupan yang terus lebih baik dan lebih baik.; mencapai aktualisasi diri hingga membuat dada lapang,

Tuesday, September 9, 2025

09092025

Saat kita tahu seberapa berharganya diri, seberapa pentingnya diri, dan tau ada yang sayang dengan diri meski 1-2 orang, kita akan mampu memfilter mana yang penting dna tidak, mana yang layak dna tidak, mana yang kind dan harming. Termasuk mampu utuk mejaga, menghargai, dan menyayangi diri sendiri.

Se abusif nya orang tua, dengan segala harming, abuse, dan trauma yang mereka ciptakan pada diri. Trauma yang menghancurkan kehidupan, jiwa, raga, kesehatan, masa depan, relasi, dan finansial. Ada waktu yang mereka korbankan, ada harta yang mereka usahakan, ada mimpi yang mereka lepaskan sejak kita di kandungannya, lahir, dan tumbuh. 

Mungkin bukan hal mudah menerima, memaafkan, dan melepaskan segala kesempatan yang hilang atas segala trauma yang orang tua ciptakan. Dan disini kita belajar untuk mencintai orang tua tanpa syarat dengan segala apa yang mereka lakukan terhadap diri, belajar untuk mengasihi orang tua, mengasihi diri sendiri, belajar untuk ikhlas terhadap yang sudah lewat, dan mengambil alih dengan bertanggung jawab pada kehidupan sendiri. 

Semakin disadari, menyadari; semakin sadar banyak sekali orang-orang yang tak penting dalam hidup, banyak sekali energy yang terkuras untuk hal-hal itu, banyak sekali orang-orang yang memang tidak layak; dan dari sini boundaries tercipta dengan sendirinya.

I feel grateful atas segala kesadaran yang hadir dna perubahan yang terjadi.

Tuesday, September 2, 2025

Menabur dan Menuai

Menabur dan menuai adalah dua hal berbeda yang saling berkaitan.
Ada yang menabur dalam detik, bulan, dekade, atau bahkan di kehdiupan selanjutnya.
Apapun yang kita tabur, ada masa untuk dituai. Entah diri sendiri yang menuai atau orang setelah diri yang menuat bibir yang diri tanam. Seperti kakek nenek yang sangat baik sepanjang hayatnya, namun selama hidupnya belum sempat menuai benih yang ia tanam. Sampai di waktu menuai saat mereka sudah tidak ada di dunia, sehingga cucunya yang menuai segala karma dan kebaikan nenek kakeknya. Begitupun untuk hal dzolim dan destruktif yang di lakukan. 

Kadang ada hasil yang terlihat cepat, kadang butuh waktu yang lebih lama.
Apapun itu, yang kita nikmati saat ini adalah hasil akumulatif apa yang kita tanam di masa lalu, di kehidupan sebelumnya, termasuk yang di tanam oleh orang-orang yang berhubungan dengan diri seperti keluarga. 

Jika diri lelah berusaha, lelah menyelesaikan banyak hal, lelah secara fisik maupun batin. Tidak ada kata lain selain ikhlas. Karena hanya Tuhan yang tahun kapan semua yang kita usahakan dan tabur akan berbuah dan akan ada masa panennya. Entah di panen dan dinikmati oleh diri sendiri maupun sekitar. Jikapun diri tak sempat menuai dan menikmati semua yang ditanam, maka tak ada kata lain selain ikhlas. Mungkin ikhlas adalah level tertinggi dari manusia yang menyerahkan semuanya pada Sang kuasa dengan segala usaha, pengorbanan, kehilangan, penderitaan, dan ikhtiar yang telah dilakukannya dengan kelapangan hati sebagai hamba yang bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya (kesehatan, kecerdasan, kejernihan, kapasitas, kemampuan, bakat, potensi, dan segala kesempatan yang hadir).

Kembali ke topik menabur dan menuai.
Bisa jadi ada orang yang beruntung berada pada posisi masa panen dari hasil orang-orang sebelumnya tabur dan tanam. Ada yang dihujat dari taburan kedzoliman, ada yang di agung-agungkan dari taburan kebaikan. hal yang ingin disampaikan adalah, apapun yang hadir saat ini, di panen, ingatlah ada pihak lain yang layak mendapatkan kredit yang mungkin terlupakan atau bahkan tak disadari. Begitupun dengan diri sendiri, ada akumulasi keputusan , tindakan, sikap, dari masa lalu yang mungkin terlupakan atau tak disadari. 

Thursday, August 28, 2025

Beda level (2)

Kasus 1. Batalin janji
Si A gak ngabarin, pas ditagih malah marah, blamming kita, playing victim, dan tidak ada resekejul. Jikapun ada resekejul, akan dibatalin lagi.
si B mengabari beberapa jam sebelumnya (karena mepet), menjelaskan alasannya, memberikan pilihan jadwal lain. Dan sata orang kecewa/ kesal, ya terbuka santai menerima kosekuensinya tanpa defensif atau ma;ah menyerang.

Kasus 2. Being vulnerable and asertif.
Si A merasa diserang, penuh pembenaran dan defensif, malah jadi nyerang dengan intention menyakiti. Alhasil tidak terjalin komunikasi, pemahaman, dan solusi bersama.
Si B berterimakasih "makasih ya sudha terbuka dan bilang", lalu being space "apa lagi yang kamu kesal sama aku", "menawarkan solusi "apa yang kamu mau?". Dilakukan, case closed, dan tak pernah berulang.

Kasus 3. Salah paham
si A defensif, menyelamatkan diri, merasa dirinya benar, gaslighting orang, manipulatif.
Si B, menderngarkan perspektif dan asumsi pihak lain, memahami, tidak defense amupun menyerang. Lalu mengkomunikasikan maksdunya dan ada rekonsilisasi. 

Cara orang merespon, handle masalah, melihat masalah, menyelesaikan masalah, ternyata dipengaruhi banyak hal. Mulai dari latar belakang, pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, pergaulan, kedwasaan, kematangan mental, daya nalar, IQ, spiritual, wawasan, kepekaan, dll. Termasuk levelnya masing-masing.

----
Kadang ada orang melihat suatu masalah sepele dan menyepelekan. Ya bisa jadi masalah itu sepele, atau dirinya yang tak mampu melihat the core of that situation and problem, atau ya memang ignorant dan kurang wawasan aja. 

Beda Level (1)

Ada beberapa unpleasant experience dan emotion yang terus terjadi berulang. 
Setiap curhat ke orang terkait hal itu, orang-orang yang dicurhati merespon "kayaknay mereka kurang wawasan, jadi gak paham sikap kaya gitu berdampak apa, gak paham juga cara merepon hal seperti apa", "mereka beda level, kalo kamu kan sering pindah-pindah tempat, merantau, berbaur sama banyak jenis orang baru, mandiri dari kecil. Sedangkan mungkin mereka lingkungannya ya ity-itu aja", "latar belakang pendidikannya beda ya, S1 dan S2 cara berfikirnya beda, cara melihat masalahnya beda, cara padangnya beda. pendidikan tuh berpengaruh loh dan sepertinya memang beda aja levelnya", "udah lah gak usah dipikirin, gak penting, beda level. fokus aja ke kerjaan kamu".

Berbulan-bulan tidak paham omongan mereka. Aku malah terus fighting, menjelaskan, berjuang, dan berusaha to make it better. Sampai di momen saat sedang ngobrol dengan orang kantor, mendadak sadar "oooo bener ya emang beda level". Mereka tidak mampu melihat masalah, sehingga solusi yang mereka lakukan pun tidak tepat dan didnt works. Bahkan jadi blamming dna labeling akunya yang bermasalah dan masalah hanya karena aku sendirian minoritas, dan mereka tidak mampu "melihat" apa yang aku "lihat". 

Semenjak itu, badanku spontan melakukan hal-hal penting. Termasuk jadi stop interaksi duluan, konfrotasi, mejelaskan, gifing knpwledge, sharing expereince, dan hal-hal yang selama ini memang tidak perlu diberikan ke orang yang tidak mampu menerima dan paham. Alih-alih bisa menerima, saling kontribus, malah diri yang dianggpa ini itu. 

Ternyata "beda level" bukan bentuk arogansi dan kalimat menyenangkan diri. 
Alhamdulillah akhirnya paham. Bismillah.

Wednesday, August 20, 2025

20/08/2025

Penderitaan terbesar adalah:
Saat diri bisa melihat semuanya; melihat hingga ke dalam hingga akar; mampu membaca dan mengidentfikasi masalahnya; tau solusinya; mau berkontribusi; mencurahkan seluruh waktu, energi, perhatian, kemampuan, semuanya untuk mengubah itu semua menjadi lebih baik; tapi hal tersebut tidak mau berubah, tidka mau menerima kontribusi, tak sadar. 

Ketika kita bisa melihat lebih dari apa yang pad aumumnya terlihat, memiliki hasrat untuk menolong melebihi menolong diri sendiri, melihat semua kekacauan dan mengambil itu semua sebagai masalah diri hingga diri yang menderita tanpa ada perubahan yang hal itu mampu terima dan terjadi. 

I am really sorry to myself,
to be too aware, too sensitive, too care, too nurture, too sacrifice for people/ place/ things that mutual or reject us. Sorry for abandonment you dear myself, for everything org people that really important to me. 

20/08/2025

I’m truly happy to see friends getting married, launching books, starting new businesses, moving to America, receiving promotions, buying property, and achieving their dreams. Deep down, all of this reminds me to focus on what really matters and stay committed to the process. Thank you for sharing such inspiring and eye-opening news. Bismillah.

Sunday, August 10, 2025

2/8/25

My soul full of love, joy, and gratitude.
Thank you for invitation and having me.

Happy birthday, Arthur!
All the best for everything!

 
 

Flashback, 3 years ago (2022) I moved to Jakarta, without family, friends, circle, just alone by myself. I asked my self "how to make friends at this age?". Suddenly one of my  acquaintance told me about this community. So I joined and still have not friends wkwk. Beside that, I am so grateful to meet all of these people. I felt sense of belonging; experience love, warm, kindness; learned many things, to love myself, to more open to others, to trust, to communicate better, to create healthy boundaries. Its mean a lot for me. I am so grateful to know Arthur. His maturity, kindness, energy, so wonderful.

Wednesday, August 6, 2025

Gratitude

Energy never lies. We can feel it in every action, word, situation, condition, place, object, and person long before the mind begins to process it.

Last weekend, I attended an event where I met many people from different walks of life. At one moment, a guy complimented my dress: “You are so gorgeous". I smiled, said thank you, and started explaining why I chose to wear that dress. But before I could finish, he gently cut in and said, “Just own it". I instantly stopped my word and got the energy behind that. The energy was uplifting, encouraging, and deeply empowering. It hit me in a way that made me pause and reflect.

Before leaving the event, I said goodbye to everyone, waving my hands and giving hugs. When I hugged one of the guys, his embrace carried such warmth and kindness that it caught me off guard. In that moment, I felt like crying, his energy was so gentle, it touched something deep in me.

On the taxi ride home, I cried. Tears flowed as I began to realize so many good things I had never truly noticed before. There was a deep sense of gratitude and tenderness behind those tears, like my heart was finally catching up with everything I’d been feeling.