Mungkin ada kalanya, kita butuh orang lain, kejadian-kejadian, dan hal-hal di luar diri, untuk bercermin, mengenali diri sendiri, dan mengakui diri.
Saat kita sering kesal dengan orang-orang ingkar janji, lambat, membatalkan sesuatu seenaknya, tidak bisa di pegang omongannya, tak mampu berkomitmen. Bisa jadi semesta ingin memberitahu hal yang ada di diri. Hingga diri mampu menyadari dan mengakui bahwa diri sangat berkomitmen, tak membuat janji yang tak mampu dipenuhi, dan menghargai orang lain. Setelah sadar dan mengakui itu, maka diri pun akan berhenti untuk memproyeksikan hal tersebut kepada orang lain (orang harusnya komit, gak boleh batalin janji seenaknya, gak mikirin orang sudha mati-matian berusaha demi memeuhi kesepakatan bersama, dll) sehingga rasa kesal pun berkurang. Jikapun terjadi lagi bertemu orang-orang seperti itu, maka hal itu dijadikan data fakta yang diarsipkan untuk kedepannya. Sehingga kita tahu, apakah orang-orang seperti itu layak untuk diajak kerjasama, diberikan tanggung jawab besar, atau sesederhana untuk bergaul dan dijadikan teman.
Saat kita merasa diabaikan, tidak dihargai, dianiaya, bisa jadi sebagai pengingat apakah kita melakukan itu juga terhadap diri sendiri, hingga kita menarik, mengizinkan, dan menerima perlakuan aniaya; pelecehan baik secara fisik, psikis, emosi; tidak dihargai, tidak dilihat, di dengar, diabaikan, dianggap tak ada. Saat kita sadar, memperbaiki relasi dengan diri sendiri hingga mampu menghargai diri, berbuat baik pada diri, menjaga diri, maka orang-orang seperti itu akan berhenti sendiri memperlakukan diri buruk. Bahkan mereka akan hilang sendiri dalam kehidupan kita. Lalu orang-orang baik yang mampu menghargai dan baik terhadap diri akan mulai bermunculan, bisa jadi orang baru, bisa jadi orang lama yang akhirnya baru mampu kita terima kebaikannya.
Saat kita sering dimanfaatkan orang lain, baik secara waktu, tenaga, kemampuan diri, materi, energi, emosional, dan lain sebagainya bahkan di ekploitasi tanpa pernah memikirkan dampaknya termasuk kerusakan akut pada kita atas perbuatannya. Bisa jadi hal itu terjadi, karena kita belum bersedia dan mampu memanfaatkan diri sendiri untuk kepentingan diri.
Semua hal yang terjadi pada diri karena kita mengizinkan itu terjadi dan mempengaruhi diri, secara sadar dan tak sadar. Saat sadar, kita akan sangat bersyukur telah diberikan kesadaraan sehingga bisa mengubah itu semua sesuai yang diri inginkan. Dan ini pun perlu selaras dengan perasaan layak. Layak dihargai, layak diperlakukan baik, layak mendapatkan hal baik, layak memiliki kehidupan yang lebih baik, layak disayang penuh ketulusan, dll. Kelayakan yang memang sejatinya diri layak menerima itu semua.
No comments:
Post a Comment