Thursday, March 21, 2024

Ramadhan #7

Ternyata banyak orang berelasi hanya sebatas kepentingan dan kebutuhan.
Dimana saat kebutuhannya sudah terpenuhi, maka hal-hal yang dianggap sudah tak penting akan dilupakannya begitu saja. Begitupun saat kebutuhannya tidak bertemu, maka ia akan mencari yang lain yang mampu memenuhinya. Sekalipun dalam relasinya (pekerjaan, teman, pasangan, kolega, teman main, geng) ada keterlibatan emosi, akan berlalu seiiring jalan. Dan pola ini berlanjut hingga akhir hayat, orang hanya datang dan pergi dalam hidupnya, menikmati setiap momennya dalam pemenuhan kebutuhan dan untuk bertahan hidup.  Saat urusan sudah selesai, maka relasi itu pun hanya sebatas masa lalu yang tak perlu dikenang, bahkan sudah tak relevan, yang akan sesekali dikunjungi jika ada kebutuhan atau hal bersinggungan.

Apakah aturan main tak terlulis memang seperti itu? sehingga orang jarang memunculkan jati dirinya, karena untuk apa terlalu terbuka dikala ia tahu tak semua orang mampu menerimanya, tak semua dirinya adalah baik dan menyenangkan, dan menjadi diri sendiri semurni-murninya kadang tak menguntungkan dirinya dalam konstruk sosial. Sehingga relasi terjaga dengan adanya sopan santun, tata krama, basa basi, menjaga situasi kondisi, tidak menyakit orang lain, mengontrol diri untuk tidak terlalu intense dan meledak, semuanya itu dilakukan untuk dirinya sendiri. Agar diri tetap dapat diterima dan mendapatkan manfaat dari setiap relasi yang dimilikinya. Jika pun ada keterbukaan, membuka sisi rapuh, memperlihatkan sisi buruk, mengekspresikan diri di momen sangat sulit dan sempit, mencurahkan emosi intense (termasuk deeply loving maupun intense anger), apakah orang akan paham? apakah orang akan menerima atau malah di judge dan dikucilkan? apakah respon orang akan baik atau malah menyakiti? apakah hidupnya semakin mudah atau menjadi senjata untuk orang lain menyerang dan memanfaatkan? apakah akan membuat kehidupannya menjadi lebih terang atau semakin gelap?

Lalu muncul perenungan, untuk apa terlalu berinvestasi mencurahkan waktu, tenaga, energi, kepedulian, kasih, ketulusan, materi usaha, pada suatu relasi jika nilai yang dianut berbeda. Untuk apa melakukan itu semua jika orang hanya datang dan pergi apalagi jika hanya ingin menggambil manfaat dan hanya satu belah pihak yang berusaha, menjaga, menganggap, mencurahkan. 

Mungkin memang tak semua orang mampu menangani energi diri termasuk menerima diri. 
Mungkin value relasi, terutama di pertemanan yang jujur, terbuka, adil, setia, penuh kasih, tulus, saling menjaga, mendukung, merawat, menghargai, memberi ruang, mendalam, mutual, menerima, ada rasa syukur, berjangka panjang, bukan value dan relasi yang dicari oleh sebagian orang bahkan mungkin terasa terlalu intense dan "mengikat".

No comments:

Post a Comment