Bisa jadi, keinginan-keinginan kita lah yang menjadi sumber penderitaan itu sendiri.
Seorang istri yang menginginkan suami bertanggung jawab dan menafkahi penuh.
Saat suaminya bergaji kecil, tidak kerja, bahkan malas kerja. Maka masalah
muncul. Dan penderitaan dimulai saat itu menjadi masalah tapi tidak mau pergi
meninggalkannya. Karena ingin merubahnya.
Seorang suami yang menginginkan istri penurut, melayani, pintar. Saat istri
pintar, kritis, bekerja, tidak bisa dikendalikan, sudah lelah dengan pekerjaannya
sehingga tak melayani dengan sempurna. Maka suami mencari penganti lainnya. Dan
ini akan menjadi masalah jika suami mencari pelampiasan keinginannya tanpa mau
melepaskan/ menceraikan istrinya.
Seorang ibu yang mengingkan anaknya sesuai keinginannya hingga sang anak keluar
dari fitrah dan jati dirinya berakhir tidak bahagia, depresi, kehilangan jiwa
dan kehidupannya. Dan ini menjadi masalah saat sang anak ingin membahagiakan
orang tuanya dengan menjadi penurut namun lupa merawat dirinya sendiri.
Seorang ayah yang menginginkan anak sesuai keinginannya hingga menyakiti,
menghina, menganiaya saat sang anak tidak mampu mengikuti ego nya. Dan ini
menjadi masalah di anaknya seumur hidup sampai ia mampu menyembuhkan segala
luka batin dan lepa dari segala pengaruh ayahnya.
Seorang anak yang menginginkan orang tua yang mampu memahami, membebaskan, merawat, mendukung seccara emosi, waktu bersama, yang mampu mengayomi. Dan ini menjadi masalah saat sang anak terus mengingkan itu dikala orang tuanya pun tak mampu memberikannya. Entah karena dirinya terlalu sibuk, tidak mampu hadir secara utuh, belum dewasa secara emosi, memiliki gangguan kepribadian, kurang sehat secara mental, sehingga konflik pun muncul dan bsia berkepanjangan. Hingga keluar kata-kata "anak setan", "anak durhaka", "melawan", "hanya bisa menyusahkan" dan akhirnya sang anak tersakiti oleh keinginannya sendiri yang tak mampu ia dapati selain menambah luka dan masalah.
Kadang keinginan-keinginan terhadap dana dari manusia lain tanpa disadari bertransformasi menjadi ekspetasi dimana menjebak diri dalam dunia utopian yang diciptakan dalam pikiran dan perasaannya sendiri. Hingga diri tak mampu melihat dan menerima kenyataan dan keadaan sebenarnya. Kemudian hal itu berkembang menjadi penghakiman, tuntutan, masalah, dan penderitaan.
No comments:
Post a Comment