Berhenti sebentar untuk membeli makanan, tak ada tukang parkir, hanya sekian menit, dan pengemudi tetap di dalam kendaraan. Saat melaju melanjutkan perjalanan, ada tukang parkir meminta biaya. Saat itu tak ada uang hanya recehan koin. Lalu diberikan pada bapak-bapak tersebut, dimana ia tidak menerima, marah, hingga memukul kendaraan yang bukan miliknya. Hingga terbesit, tak ada aturan perlu membayar parkir di area itu, tak ada petugas yang hadir saat datang, tak ada yang memarkirkan, dan tak ada aturan biaya parkir berapa untuk sekian menit.
Kemudian berhenti kembali di tempat lain untuk membeli sesuatu, tak lama, hanya sekian menit, dan ada yang menunggu di kendaraan. Karena sudah memiliki uang pecahan dalam bentuk kertas, maka kita memberi pada tukang parkir yang memang datang untuk memarkirkan pulang. Mas-mas ini berucap "terimakasih" dengan penuh suka cita dan rasa syukur. Sangat berbeda dengan yang sebelumnya, meski jumlah uang yang diberikan sama.
Lalu terjadilah perenungan, bisa jadi saat memiliki ekspetasi mendapatkan bayar sekian dengan mental seolah-olah orang lain bertanggung jawab akan hidupnya, saat diberi yang tak memenuhi ekspetasi, akan mmebuat diri jauh dari rasa syukur. Lain halnya sata diri tak memiliki ekspetasi akan dibayar atau tidak, dibayar berapa, melakukan pekerjaan dengan santai, saat orang memberi berapapun nominalnya, maka memunculkan rasa senang dan bersyukur.
Dari kejadian sederhana diatas, memunculkan perenungan lain,
seberapa sering diri berekspetasi hingga tak mampu bersyukur atas segala berkah yang hadir?
No comments:
Post a Comment