Aku berada dan tumbuh dalam lingkungan yang melihat semua dari kacamata penilaian, benar salah, harus menjelaskan, harus dikasih tau, harus ini itu lainnya. Tak jarang saat dua orang atau lebih bermasalah, mereka saling berteriak menyuruh "instropeksi". Dan aku menangkap instropeksi itu sebagai bentuk blamming, kabur dari masalah, merasa dirinya benar dan orang lain yang disuruh instropeksi yang salah. Dan tak jarang, sering sekali aku disalahkan. Hingga sering ke trigger saat disuruh isntropeksi. Sampai di momen sadar, instropkesi itu bentuk mengevaluasi diri untuk perkembangan yang lebih baik, bukan untuk mencari apa yang salah apda diri dan memperbaiki. Namu untuk melihat semuanya secara objekti dari kacamata orang ketiga, mengamati diri sendiri, hingga menghasilkan kesadaran akan sesuatu termasuk tentang pola.
Misal, saat berada dalam relasi tak sehat yang beracun. Lalu di suruh instropeksi dalam konteks mencari kesalahan diri untuk di perbaiki, hasilnya malah memperparah keadaan. Saat menganti definisi instropkesi untuk kebaikan diri, saat dilakukan, maka akan sadar ternyata diri berharga, ternyata diri terlalu baik, ternyata diri terlalu percaya dan melihat semua hal dari sisi baik, hingga mudah meaafkan orang, mudah masuk ke relasi beracun, sulit keluar dari relasi tak sehat. Dari situ muncul kesadaran akan diri sendiri, tentang apa yang layak untuk diri, dan dengan mudah merubah pola. Pola yangs ering memilih relasi satu arah , tak sehat, abusif, ke relasi yang penuh respect, mutual, dan sehat.
In my perosnal opinion, aku lebih memilih kata "kontemplasi" daripada "instropeksi". Entahlah masih memiliki judgement apa terhadap kata "instropksi", dia aku masih menyisakan energy untuk menacri kesalah diri, memeprbaiki, dan menyalahkan diri sendiri. Bagaimana jika tidak ada yang salah? hanya belum sadar saja. Bagaimana jikam tidak ada yang rusak? hanya tak sempurna saja. Kalau kotemplasi, buat ku sebagai ajang me review semua hal yg terjadi, mengamati secara objekti, membuka ruang kesadaran, dan memilih hal berbeda.
No comments:
Post a Comment