Begitu banyak hal terjadi.
Ada hal-hal yang aku sesali, sangat ku sesali, ku syukuri, dan ku lepaskan.
-----
Ada orang yang diam-diam aku suka. Hingga di suatu waktu tercipta sebuat kesepakatan bertemu dan batak mendadak. Saat itu aku sedih dan kesal sekali dan mengekspresikannya secara gamblang meledak-ledak seperti kembang api. Orang ini menilaiku kekanak-kanakan, tak ada lanjutan apapun lagi, dan menikah dengan yang lain. Saat itu tidak ada penyesalan apapun. Tahun demi tahun berlalu, aku masih kontak dengannya menski hanya sebagai penonton, menyadari banyak hal, dan disitu aku bersyukur. Aku bersyukur tidak ada hubungan apapun apalagi serius sampai pernikahan. Bukan karena Ia tidak baik, malah Ia terlihat sempurna di mata lawan jenis. Hanya saja bukan orang seperti itu yang aku cari dan butuhkan dalam hidupku. Rasanya ku tak mampu hidup penuh aturan, batasan, dan segala hal-hal yang membuatku sulit untuk menjadi diri sendiri, tumbuh dengan bebas, dan menyembuhkan diriku sendiri dari hal-hal yang belum aku sadari di masa itu. Aku tidak menyesali sikapku yang meledak dan segala hal yang terjadi. Jika sikap meledaku karena janji yang batal, luka yang kesenggol bisa dinilai buruk, bagaimana Ia bisa mengayomi dan menutrisi ku?
-----
Apa aku sudah siap menceritakan ini?
Aku tak ingat kapan aku memilih dia, aku tidak ingat momen dimana ia ada dalam aplikasiku. Yang aku ingat, dari banyaknya yang cocok, hanya dia yang berhasil membuat dadaku berdegub. Entalah, rasanya seperti sudah kenal lama, ada koneksi emosi yang kuat, dan aku benar-benar menyukainya. Saat itu pun aku merasakan ia merasakan hal yang sama, hingga saat video call pertama tidak ada yang berani memperlihatkan wajahnya dan terasa degupan kencang. Aku kira itu hanya reaksi kimia selewat. Ternyata tidak.
Aku yang belum pernah jatuh cinta, jarang tertarik lawan jenis, tidak ada pengalaman romansa percintaan, tidak pernah memikirkan relasi, (dilanjut nanti deh, bs jadi satu novel sendiri ini).
No comments:
Post a Comment