Dulu,
Berbuat baik, rasanya keren
Menjadi baik, rasanya keren
Bisa setia dikala diinjak-injak hingga diri terbunuh, rasanya keren
Selalu mendahulukan orang dengan mengabaikan diri sendiri, rasanya keren.
Bertahan pada situasi yang menderita dan sudah tidak bekerja, rasanya keren.
Menjadi yang menyenangkan, disukai, dan diterima semua orang, rasanya baik.
Memenuhi ekspetasi orang lain dengan menceraikan diri sendiri, rasanya keren.
Mmebuat keputusan rinci berdasarkan logika dengan membungkam intuisi, rasanya pintar.
Menjadi orang yang dibangakan, diinginkan, di pilih, meski diri tak memilih, rasanya menang.
Peduli dengan orang lain dan semua orang tanpa pilih-pilih, rasanya keren.
Menjalani hidup yang menurut society keren, rasanya keren.
Sekarang,
Berbuat baik terhadap diri, mendahulukan diri sendiri, mendengarkan badan sendiri, mendengarkan dan mengikutu intuisi diri, memilih apa yang diri benar-benar inginkan, memutuskan sesuatu dengan melibatkan kebahagian diri, menyayangi diri sendiri sekalipun ada orang yang tak suka, menjadi diri sendiri penuh kebahagian dan rasa syukur, menjalani hidup yang diri benar-benar rindukan penuh hasrat. Dan membiarkan segala aturan, pikiran, omongan orang, sebagai milik mereka, its not mine.
Apa yang dilakukan dulu itu bukan kebaikan dan hal baik, namun condependecy, that leading to self abandonment, self abuse, being taken for granted, being used, being black sheep, being slave, being resentment, being bomb that destroy itself.
No comments:
Post a Comment