Dari semua yang pernah dilalui, dialami, dirasakan, diamati, bisa membuka perspektif baru dan merombak value. Sesederhana jika dari kecil terbiasa di abuse oleh significant other/ orang-orang terdekat ditambah kata-kata "orang2 terdekat tuh sayang", maka akan muncul pemahaman bahwa sayang itu = menyiksa. Maka tanpa sadar ia akan merasa disayang jika disiksa atau mencari orang-orang yang familiar dengan masa kecilnya, yaitu abuser. Seiring waktu, ada hal berbeda, ada orang yang sayang dengan dirinya dengan berkorban, maka perspektifnya pun berubah dan melihat rasa sayang = pengorbanan. Maka ia akan mulai belajar menyayangi orang dengan berkorban hingga mengorbankan jiwa raganya. Dan perjalanan terus berlanjut, hingag menemukan skema baru tentang menyayangi, saat bertemu orang yang bisa dipercaya, diandalkan, selalu ada, namun membiarkan dia melakukan apapun termasuk saat dirinya melakukan kesalahan, keputusan tidak tepat, sedang struggle, dibiarkan mengurus dirinya sendiri. Maka persepsi akan sayang pun berubah, ternyata sayang itu adalah dengan memberi orang ruang untuk bertumbuh dan mengurus dirinya sendiri, karena dari situ power potensi orang akan berkembang dan tumbuh menjadi orang yang lebih baik dan kuat. Dan rasa sayang pun bukan berarti harus selalu ada, berkorban, menyiksa, melayani. Sayang ya sayang, sebuah keputusan sekalipun tidak diikuti action langsung. Bisa jadi orang diam bentuk sayang, diam agar tidak memperumit keadaan, diam agar orang yang disayangnya tidak overthinking, diam untuk memberi ruang tanpa judgement.
Dari perjalanan hidup, meluasnya perspektif, bisa merubah value diri. Value akan arti sesuatu, value memperlakukan diri sendiri, value memperlakukan orang lain, value menjalani kehidupan.
No comments:
Post a Comment