Persaingan.
Kata yang tak pernah ada dikamus dan tak pernah berusaha memahaminya. Sedari kecil selalu bingung, kenapa harus ada istilah bersaing? Menang? Kalah? Kenapa tolak ukurnya orang lain? Kenapa orang lain yg sedang melakukan hal yang sama disebut sebagai pesaing? Kenapa perlu bersaing?
Semenjak sd kelas 1, tahun 1994. Punya pikiran, kalau semua hal sudah ada jalan dan waktunya sendiri-sendiri. Saat teman-teman dan para orang tuanya berlomba2 meraih ranking 1 atau 3 besar. Saya bodo amat. Gak peduli. Hanya peduli bagaimana grafik perkembangan selalu menanjak. Ibarat ya kalau semester ini ranking 8 dgn nilai raport 90, semester depan nilai raportnya harus minimal 91, sekalipun rankingnya turun, gak peduli. Yg penting grafik perkembangan terus naik. Begitupun saat ranking 1 semasa smp, byk yg ngangep saingan, saya gak peduli. Yg dipertahankan adalah grafik menajaknya bukan rankingnya.
Semasa smp ada pemilihan osis perwakilan dr kelas. 2 orang terpilih termasuk saya, saya melepaskan kesempatan itu lalu memberikan kpd tmn yg tahun depnannya ia jadi kerua osis. Kisah percintaan pun begitu, suka sama laki-laki yg sama dgn teman, saya lepasin gak pake acara caper persaingan. Waktu umroh pun begitu, niat bantuin nenek2, baru ngulurin tangan tiba2 ada orang disebelah bergesture pgn bantuin, saya langsung mundur ngasih kesempatan padanya. Kerjaan pun sama, ngasih kesempatan ke org lain dlm posisi saya jg blm dapet.
Baru menyadari saat sudah besar diumur 25 tahun ketas, ternyata sifat itu bukanlah sifat baik. Saya gak punya prestasi pengakuan atas segala achievement di mata public, hanya karena setiap dapet kesempatan selalu dikasihin ke orang lain. Hal ini berdampak pada kesempatan saat ini, susah sekali mencari ruang untuk berkarya, berfikir, berkontribusi, menjadi diri yang bermanfaat bagi banyak orang, salah satunya karena semua telah tumbuh menjadi subjektif. Saya bukan siapa-siapa.
Sampai akhirnya pemikiran kembali ke awal, untuk apa persaingan? Satu-satunya yang perlu dilakukan adalah fokus. Fokus terhadap tujuan diri, fokus terhadap maksud Tuhan menciptakan saya di dunia, fokus pada waktu yang terus bergulir. Menang menjadi definisi yang dibandingkan terhadap rencana dan waktu, bukan thdp orang lain sebagai pesaing. Begitupun dengan definisi kalah. Saat memiliki target A dalam waktu 2 tahun, lalu gak kesampean tandanya saya kalah. Kalah terhadap komitmem dan kemauan diri, gagal. Tolak ukurnya bukan kehidupn orang lain.
Sepupuh seumur menikah, ya silakan.
Teman sebaya sudah tajir nan beken, ya silakan.
Adik kelas, sudah menyusul dark segi karir, silkan.
Yang pasti harus punya tujuan dan berusaha mencapai itu dengan grafik perkembangan diri yang terus menanjak.
Pernah beberapa tahun merhatiin dan merenungkan, suka berfikir, sedih deh liat orang yang memiliki tingkat jiwa bersaing tinggi tapi tak diimbangi dengan sifat baik. Berlomba-lomba mencapai depan, pas nengok ke belakang gak ada org yg mengikutinya sebagai ilmu yg bermanfaat. Bersaing mencapai tujuan, hingga merugikan orang lain, menyikut, memanipulasi, berbohong, dsb. Pada akhirnya ya semua keputusan dan kosekuensi orang masing-masing.
No comments:
Post a Comment