Saturday, August 27, 2016

Merahasiakan

Di era digital dan maraknya sosial media dalam kehidupan masyarakat, sekilas kita dapat mengetahui kabar seseorang dari apa yang dia share. Dimana, sedang apa, sama siapa. Apalagi para pengguna media yang tujuannya untuk update their activities at the present moment. Sharing segala kegiatan, kebersamaan, dan posisi nya dimana. Termasuk tentang hubungan lawan jenis. Dia single, dia abis jadian sama si xx, dia abis tunangan, dsb. Update an status yang disertai foto. Kabar gembira selalu menyenangkan dan membuat gembira pula. Hanya saja kalau semuanya diceritakan, seperti diatas panggung dan di tonton banyak orang. Semoga tirainya berfungsi baik, sehingga bisa diturunkan untuk menyudahi panggung dan memiliki kehidupan di balik layar tanpa diketahui penonton :)

Rasanya kerahasian menjadi barang mewah saat ini. Tak sedikit yang men share dalam dunia maya kehidupan percintaannya, hingga tanpa sadar terekam dalam memori alam bawah sadar "lho bukannya bulan lalu dia lamaran sama si b, kok skrg nikahnya sama si c". Malah menstimuli ghibah ya. Disisi lain, dalam lingkungan nyata, dikelilingi orang-orang yang merahasiakan hubungan pribadinya (alhamdulillah). Diawali dengan kenal sekilas, tertarik, mencari tau, istiqarah, yakin, lamaran, lalu terbitlah undangan pernikahan tanpa sedikitpun umbaran status dan kisah cintanya. Kabar dan proses kasihnya terdengar secara offline saat bertemu langsung dan obrolan personal.

Adapun yang menceritkan kisah cintanya dari awal pertemuan, chat personalnya (yg cinta2an) di share di dunia maya, segala curahan hatinya, kekagumannya, kecintaannya, romansanya, drama konfliknya, perjalanan lamaran, farewellparty, hingga persiapan pernikahannya dari fisik hingga psikis, dari hal besar hingga pretelan, semua di share di public. Entah karena euforia, entah sebagai catatan untuk pedoman orang lain saat mencari vendor, entah pula karena perasaan insecure. Apa tak sebaiknya segala proses menuju nikah itu  disimpah sendiri ya? Dirahasiakan dari public. Cukup kabar gembira dan undangan pernikahan saja yang dibagi ke khalayak ramai. 

Apalagi cerita setelah nikah, lebih rahasia lagi. Jangankan ke public, ke teman dekat atau orang tua pun tak perlu mereka tahu kebahagian, kesusahan, dan segala lika liku perjalanannya. (Gw ngomong macem udh nikah aja ya hahaha. tapi ini serius mikirnya). Jangankan hal intim dan keburukan, hal sepele dicium pasangan sebelum berangkat kerja pun bukan sesuatu yang perlu orang lain tau bahkan gak perlu dinceritain dalam bentuk bahasa di dunia maya untuk public.

Saat menulis suatu pengalaman, berarti membahasakan semua perasaan, pergerakan, keadaan, semua visual 3 dimensi ber waktu ke dalam bentuk tulisan. Tulisan tersebut dibaca lalu direka ulang dalam imajinasi pembaca. Ada manusia yang memiliki imajinasi yang kuat. Saat membaca tulisan, tergambar sudah secara lengkap dan detail tentang isi tulisan itu. Kalau orangnya baik, ya hanya sebagai gambaran bayangan saja. Kalau pembacanya kurang baik? Bisa menstimuli untuk hal-hal senonoh. Contoh: "Sebelum kerja, selalu dicium suami". Nah loh. Di pikiran akan tergambar seorang perempuan yg dicium oleh laki-laki. Lalu terbayang ekspresi perempuan tersebut. Nah selanjutnya bisa jadi macem-macem. 

Banyak sekali hal yang perlu dijaga. Dijaga batasannya, dijaga kerahasiannya, dijaga dirinya.

*wuallahualambishawab

No comments:

Post a Comment