Dikala banyak yang mem feedback tanpa diminta, ada seorang teman, dia selalu menutup diri untuk mem feedback (kritik) seseorang. "Gak bagus sering-sering minta feedback. Gak bagus juga bentar-bentar ngasih feedback."
Setelah direnungkan, keputusannya bijak. Dalam kehidupan yang heterogen ini, banyak sekali jenis manusia dengan segala keragaman perspektifnya. Jangan sampai feedback yang terlontar malah memberikan dampak negatif dan kurang baik bagi seseorang. Padahal feedback itu hanya sebuah perspektif seseorang, dengan kata lain subjektif.
Ada kalanya, perlu belajar me-rem tentang apa yang kita pikirkan dan rasakan tentang orang lain. Memberinya ruang penerimaan agar merasa diterima dan bisa menyelesaikan tujuannya. Ibarat seseorang membuat sebuah lukisan, ditengah jalan "jelek banget, kok gitu, alah sampah, dll." Padahal yang dilihat hanya sebagian di waktu itu. Dan dampak terburuknya, orang tersebut bisa berhenti melanjutkan sesuatu yg sebenarnya akan menghasilkan lukisan bagus atau bahkan dia akan berhenti tak mau melukis lagi dikala punya kemampuan luar bisa. Dunia ini tak selalu dipenuhi orang-orang percaya diri yang bisa cuek dan terus maju. Banyak yang gampang terpengaruh/ percaya pandangan orang lain karena latar belakang yang tak pernah diketahui siapapun.
Feedback penting untuk mengukur perspektif diri dan perspektif orang lain terhadap diri sendiri. Masalahnya adalah, tidak semua orang bisa melihat diri orang lain secara utuh dalam rentang waktu yang utuh, tidak semua orang bisa untuk memilah-milah feedback, dan tidak semua orang dapat menyikapinya secara asertif ataupun cuek.
Sedikit yang dapat "melihat" potensi dan real people, banyak yang melihat dari aksi reaksi yang teraba indra (sensorik). Level tiap orang memperlihatkan dirinya pun berbeda-beda, sama hal nya dengan level orang melihat orang lain pun berbeda-beda. Semakin deep, semakin dapat menembus layer-layer, semakin dapat melihat aslinya. Be wise to "judge" (feedback).
Jogja, Juli 2016
No comments:
Post a Comment