Gerbang selalu terbuka, kaca jendela transparant sepanjang dinding. Terlihat dengan mudah meski dr sebrang jalan. Mengundang dan diundang. Orang bisa keluar masuk seenaknya, rumah penuh, ramai, riuh, namun mematikan. Rumah penuh dengan orang-orang yang tak peduli, menjadikannya berantakan penuh caci, kotor tanpa etika, sesak, tak dapat 'istirahat'. chaos se cahos chaosnya.
-------------------------------------------------------------
Bertahun-tahun lamanya, menjadikan rumah dan pemiliknya semakin memprihatinkan.
--------------------------------------------------------------
Rumah itu mulai dirapihkan, dengan mengeluarkan semua orang di dalamnya beserta benda-benda tak perlu, dan sang pemilik sendiri merapihkannya sendirian. Gerbang tertutup, tak ada yg bs masuk dan sekedar melihat dari sisi jalan. Perlahan menutup dari pandangan siapapun. Ada yang mengetuk, sang pemilik diam, lalu tersadar, merapihkan sendiri entah selesai kapan. Sang pemilik mulai membuka gerbang pada orang yang benar-benar ingin masuk, kenal, peduli, dan memberi kesempatan untuk dibantu.
Ia belajar untuk membuka dan menutup gerbang, untuk menjaga rumah tetap rapih dengan sedikit orang di dalamnya; menjaga rumahnya tetap bersih, dan aman. Ia mulai paham berapa maksimal orang yang bisa diajak kedalam rumahnya, kapan orang bisa melihat dan masuk, dimana orang-orang tersebut duduk dan area mana saja yg boleh dijamah. Ia mulai sadar, buka tutup gerbang menjaga kebaikan kestabilan rumah dan pemiliknya. Ia dapat tidur dengan tenang tanpa terusik, dapat membersihkan tanpa halangan dalam sunyi, bisa 'hidup' dengan adanya orang saat gerbang dibuka, bisa sepi untuk merenung mengenal dirinya saat pintu tertutup.
Buka tutup gerbang ini berhasil menguras batin pemilik. Tentang kepercayaan, pengendalian, keyakinan.
Bandung, 17 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment