"jangan takut dibenci disini, karena di tempat lain bakal banyak yg suka". - Qodir mengulang perkataan bapaknya.
seorang tmn kantor berbagi pemikiran dan pengalamannya. Menstimuli saya untuk berfikir, ada sebuah hubungan kalimat dia dgn anjuran hijrah - berpindah. Mungkin disini, di tempat saya atau kita berpijak, sebuah lingkungan yang menghisap diri layaknya pasir yg lama kelamaan menghabisi diri sendiri. kita bukan pohon, kita bisa pindah dan bergerak untuk melakukan perubahan, termasuk untuk diri sendiri, kita memiliki hak untuk memilih lingkungan dimana kita berdiri untuk berkembang dan menjadi lebih positif.
Saat berada di suatu tempat, ada hal-hal yang berubah menjadi subjektif. seorang pecandu narkoba yg pernah membunuh yg akan sangat terlihat keburukannya terus menerus dan hilang segala kebaikannya termasuk potensi baik didirinya menjadi pudar dgn segala cap manusia-manusia penilai layaknya Tuhan. Seorang alim ulama yg sangat terlihat segala kebaikannya, dan tertutup segala keburukannya, meskipun keburukan atas perasaan riya misalnya. Semua hal memang subjektif, banyak yang mendengarkan/ membaca sesuatu dari SIAPA bukan pada APA kontennya. Entahlah. saya pernah berinteraksi sejenak dgn seorang tukang becak yg secara pendidikan, ekonomi, sosial jauh dibawah sang motivator terkenal, tp omongannya benar. ada yg berkata "kalo dia pny pikiran ky gt, knp hidupnya ky gt?" saya cm bs jawab, krn dia mendapati pemikiran itu dr pengalaman, dia belajar setelah semuanya terjadi, jd dia mendapat ilmu namun sudah terlambat untuk merubah. yg dia bs lakukan skrg ya bersyukur dan berbagi ilmu dr pengalamannya agar kita tidak terjerumus kesalahan yg sama, jd sebuah keuntungan lah buat kita, dapet ilmu tanpa harus cape2 mengalami dan menembus dgn waktu.
Subjektifitas-subjektifitas yang terjadi tanpa disadari merubah seseorang. Keburukan yg telah ada di diri dari cap suatu lingkungan tidak akan hilang dan celakanya hal itu bs memakan diri sendiri, sehingga perlu hijrah, ke tempat baru, lingkungan baru, bertemu orang2 baru, dimana saya/kita menjadi pribadi yg dinilai secara objektif sehingga dapat sangat berkembang tanpa adanya beban subjektifitas, potensi kebaikan pun bs keluar tanpa ada sumbatan. Hijrah membuat lebih baik. menemukan diri yang baru, menemukan keluarga yg baru, menemukan kesempatan yg baru. Dan siapa sangka, dibenci di sini, bisa sangat disukai di tempat lain. dicibir disini, bisa bertemu org2 yg bs menerima apa adaya di tempat lain.
analoginya, dalam suatu lingkungan, misalnya memiliki sudut pandang dr sisi kanan dan kiri, jd saat saya atau kita melakukan kesalahan yg terus menerus dr sisi kanan dan kiri, maka saya atau kita, akan di cap super buruk. Tapi mereka tidak akan pernah tau apa yg kita lakukan dan kebaikan apa saja yg ada di sisi atas, bawah, depan, belakang diri kita. Nah, saat kita hijrah ke lingkungan baru, kita akan dinilai objektif, apalagi jika lingkungan baru in memiliki perspektif yg berbeda, melihat dr sisi atas dan bawah yg kebetulan menjadi sisi baik kita, ya maka mereka akan suka dan keburukan di sisi kiri dan kanan kita pun terabaikan, bahkan pelan2 menghilang, krn kita mendapati energi positif yg fokus pd sisi atas dan bawah yg ngeluarin potensi kebaikan.
Seorang teman traveling berkata: "manusia itu kaya bola, 3 dimensi. saat kita ngeliat dr sisi sini, belum tentu kita bs liat dr sisi lainnya, hatus diputer 360derajat secara 360derajat".
Setiap manusia pasti punya penilaian terhadap segala hal, mulai dr bungkus permen, rasa garam, sampai ke sesuatu yg abstrak pada makhluk hidup yg kompleks. Yang jadi masalahnya adalah apakah peniliaian itu tetap atau berubah? apakah lingkungan/ orang2 ini menilai yg menjelma menjadi sebuah cap yg mengurungkan, atau penilaian yg bisa berubah seiring waktu dan mau flexible melihat dr segala sisi?
*wuallahualambishawab.
No comments:
Post a Comment