Hujan turun membasahi setiap pucuk daun yang berderet rapi sepanjang jalan ditopang oleh batang masing-masing, diliputi langit gelap seiring naiknya bulan. Sebuah atap ber-dinding transparant dengan kursi kayu tanpa sandaran menjadi tempat saya dan dia bertukar rasa dan pikiran. ada sebuah dialog yang muncul, tentang nilai, diri, sejajar.
u: lo tuh kuat tau sebenernya, keren banget malahan.
p: tapi gw anaknya gak suka show off
u: iya gw juga, lebih baik dibilang bodoh/buruk tp tau segala hal/baik, daripada dibilang pintar/baik tapi biasa aja.
p: nah itu dia, kita gak boleh kaya gitu. gimana caranya orang bisa ngasih kesempatan untuk kita membuktikan diri kalau mereka pun menilai kita rendah? gimana caranya kita bisa membuktikan diri kita kuat/pinter/keren/baik kalau kita gak punya kesempatan untuk menampilkan?
u: iya ya... gw jadi belajar deh, ibarat sebuah angka 0-10. gw selalu menampilkan diri dengan nilai 4 padahal nilai asli gw 9, misalnya. gw lebih seneng orang menilai rendah padahal aslinya gw keren. Berarti harusnya kalau nilai kita 8 ya kita harusnya bisa ngebuktiin kita itu 8 dan orang tau kita 8 ya?
p: tapi gw anaknya gak suka show off
u: iya gw juga, lebih baik dibilang bodoh/buruk tp tau segala hal/baik, daripada dibilang pintar/baik tapi biasa aja.
p: nah itu dia, kita gak boleh kaya gitu. gimana caranya orang bisa ngasih kesempatan untuk kita membuktikan diri kalau mereka pun menilai kita rendah? gimana caranya kita bisa membuktikan diri kita kuat/pinter/keren/baik kalau kita gak punya kesempatan untuk menampilkan?
u: iya ya... gw jadi belajar deh, ibarat sebuah angka 0-10. gw selalu menampilkan diri dengan nilai 4 padahal nilai asli gw 9, misalnya. gw lebih seneng orang menilai rendah padahal aslinya gw keren. Berarti harusnya kalau nilai kita 8 ya kita harusnya bisa ngebuktiin kita itu 8 dan orang tau kita 8 ya?
p: iya. kita harus belajar menghargai diri sendiri dan membuktikan nilai asli kita ke orang lain, biar yg dilihat dan aslinya punya nilai yang sejajar.
Setiap orang punya masa lalu yang membentuk dirinya, bagaimana ia menghargai diri sendiri dan bagaimana ia memandang orang lain. Entah itu terbentuk dari banyaknya cacian terhadap dirinya, cap buruk yang menempel didirinya dari orang lain, menjadi kambing hitam untuk segala hal, pencapaian yang tak pernah di apresiasi apalagi di hargai, yang menjadikannya rendah diri dan tak percaya diri, ataupun, pujian yang terlalu berlebih yang menjadikannya terlalu angkuh dan percaya diri.
Kadang menenggok ke atas, memandang tinggi orang lain dan memandang rendah diri sendiri sungguh sangat menyesakan diri. Begitupun sebaliknya memandang kebawah, memandang bahwa diri lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain sunguh bikin pegal. Apapun yang terjadi dulu biarlah ia menjadi miliknya masa lalu. Sekarang, berdirilah sejajar dalam memandang diri sendiri sesuai porsinya dan memandang orang lain.
Kadang menenggok ke atas, memandang tinggi orang lain dan memandang rendah diri sendiri sungguh sangat menyesakan diri. Begitupun sebaliknya memandang kebawah, memandang bahwa diri lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain sunguh bikin pegal. Apapun yang terjadi dulu biarlah ia menjadi miliknya masa lalu. Sekarang, berdirilah sejajar dalam memandang diri sendiri sesuai porsinya dan memandang orang lain.
No comments:
Post a Comment